MINI RISET PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) - Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja


MINI RISET PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)

Cover Mini Riset

Laporan Mini Riset
  
Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan Perilaku Prososial
Pada Remaja

  

Di Ajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen : Prayetno, S.IP, M.Si


  
Oleh :
Kelompok 3

1.     Nisa Putri Utama Sirait                           (3153131023)
2.     Sarah Triana                                             (3151131043)
3.     Vicky Ghaneza                                          (3153131003)
4.     Siti Nurhaliza Putri                                   (3153131007)


MINI RISET PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN)

Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan
Medan
2018




Pengantar Mini Riset



KATA PENGANTAR

Segala puji atas segala nikmat yang telah diberikan tuhan kepada kita semua termasuk terselesaikannya Mini Riset ini. Mini Riset ini mengambil judul Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja, sebagai amanat yang diberikan kepada kami didalam memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaran.

Sebuah penghargaan bagi kami atas diberikannya tugas ini, karena dengan begitu kita dapat mengkaji tentang Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja, yang pasti akan bermanfaat menambah ilmu dan pengetahuan kita semua.

Dalam kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terimah kasih yang tak terhingga kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaran yang telah membimbing kami. Begitu pun kami menyadari bahwa laporan Mini Riset ini jauh dari sempurna, untuk sumbang saran maupun masukan sangat kami harapkan.

Atas segala kekurangan tersebut, kami mohon dibukakan pintu maaf seluas-luasnya. Demikian dari kami, semoga segala tujuan baik dengan hadirnya laporan Mini Riset ini dapat tercapai.
Amin.

Medan, 12 Mei 2018

                                                                                                                       Kelompok 3


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR   ………………………………………………………………..
DAFTAR ISI   …………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN  
1.1. Latar Belakang   ………………………………………………………….………
1.2. Rumusan Masalah    …………………………………………………………….
1.3. Tujuan    ………………………………………………………………………….

BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Landasan Teori   …………………………………………………………………..

BAB III METODE MINI RISET
3.1. Rancangan Mini Riset    ………………………………………………………….
3.2. Subjek Mini Riset    ………………………………………………………………
3.3. Variabel dan Instrumen Mini Riset    ……………………………………………..
3.4. Prosedur dan Analisa Data     …………………………………………………….

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil   …………………..……………………………………………………….
4.2 Pembahasan   ……………..……………………………………………………..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan   …………………...………………………………………………..
5.2. Saran   …………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA   ………………………………………………………………....
LAMPIRAN   .……………..…………………………………………………………....
i
ii


1
8
8


9


13
13
14
15


16
18


25
25

26
27


 Bagian Isi Mini Riset



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Mini Riset
Bangsa Indonesia sendiri adalah bangsa dengan budaya luhur yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, kerjasama. Hal ini sudah ditanamkan dari orang tua dari jaman dahulu kepada setiap penerusnya. Namun pada kenyataannya semakin hari teknologi dan informasi yang semakin modern membawa perubahan yang besar kepada cara berikir dan berperilaku individu. Remaja Indonesia sebagai penerus budaya bangsa kini telah mengalami pergeseran budaya. Remaja dituntut untuk menghadapi laju ilmu teknologi, pertukaran teknologi yang pesat. Komunikasi yang tidak hanya dapat dilakukan secara langsung, menyebabkan kaburnya batas-batas antar negara dan memunculkan asimilasi antar budaya dan moderniasi budaya pun terjadi. Sullivan (Nawai & Lubis, 2007) berpendapat bahwa dalam bangsa yang semakin modern individu cenderung mementingkan dirinya sendiri. Hal tersebut terjadi pada generasi remaja di Indonesia, di dalam kehidupan bermasyarakat remaja kini cenderung menjadi sosok yang individualis.
Remaja sendiri adalah masa yang paling menonjol dari semua karakteristik perkembangan, hal ini dikarenakan masa ini adalah suatu periode transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan dewasa. Fase remaja sering disebut-sebut sebagai fase mencari jati diri, karena remaja sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas, remaja berada diantara anak-anak dan dewasa (Ali Muhammad, 2014). Remaja yang mengalami proses pencarian jati diri, mereka membangun relasi dan mencari tahu cara kerja suatu hal (Santrock, 2011). Sehinga sebagai remaja, individu harusnya memerlukan kemampuan bersosialisi yang baik khususnya pada remaja Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong. Wentzel, 1997 (Santrock, 2011) menuliskan beberapa strategi untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan, hubungan yang baik tidak muncul dari perilaku individualis melainkan muncul dengan membangun perilaku prososial, jujur dan dapat dipercaya, murah hati, mau berbagi, bekerja sama, dan mudah menolong.
Perilaku prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial. Watson (1998:272) mendefinisikan perilaku prososial sebagai suatu tindakan yang memiliki konsekuensi positif bagi orang, tindakan menolong sepenuhnya yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk dirinya. Tindakan prososial menuntut pengorbanan tinggi dari si pelaku dan bersifat sukarela atau lebih ditunjukkan untuk menguntungkan orang lain daripada untuk mendapatkan imbalan materi. Perilaku prososial juga sangat penting untuk membangun persahabatan pada remaja yang cenderung menghabiskan waktu dengan lingkungan dan teman sebayanya, karena pada masa remaja hubungan persahabatan sangatlah penting dalam pemenuhan kebutuhan sosial (Santrock, 2011).
Namun fakta dilapangan menunjukkan perilaku prososial pada remajan Indonesia justru mengalami penurunan dari tahun ketahun. Menurut Mini Riset Hamidah (Savitri, 2014) melakukan Mini Riset mengenai perilaku prososial di tujuh daerah di kota Jawa Timur, menunjukkan adanya indikasi penurunan kepedulian sosial dan kepekaan terhadap orang lain, hal ini banyak terjadi pada remaja yang nampak lebih mementingkan diri sendiri dan keberhasilannya tanpa mempertimbangkan keadaan orang lain di sekitarnya. Mini Riset Savitri (2014) juga menunjukkan bahwa remaja kota yang lebih modern cenderung rendah perilaku prososialnya di bandingkan dengan remaja di desa. Remaja desa memiliki nilai yang lebih tinggi di semua aspek perilaku prososial yaitu : simpati, kerjasama, berderma, menolong, altruisme. Dan pada kenyataannya remaja kota kini menjadi individu yang lebih individualis.
Mini Riset Hasanah Nur dan Kumalasari (2015) mengenai penggunaan handphone dan hubungan teman pada perilaku prososial siswa SMP Muhammadiyah Luwuk, menjelaskan bahwa banyak siswa kini yang tidak takut lagi melakukan pelanggaran disekolah, selain itu beberapa orang dari subjek yang memiliki smartphone mengakui bahwa mereka lebih memilih asik berkomunikasi dengan teman dunia mayanya dan sibuk dengan gadget daripada berkomunikasi secara langsung dengan teman yang ada di saat itu. Dengan keadaan yang demikian komunikasi antar muka subjek menjadi menurun, dan lebih mementingkan diri sendiri. Jadi tidaklah heran ketika sekarang nilai-nilai kesetiakawanan, pengabdian, dan tolong menolong mengalami penurunan yang berdampak pada perwujudan kepentingan diri sendiri atau egois dan rasa individualis. Individu akan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dalam setiap tindakan menolong orang lain, banyaknya pertimbangan mengenai diri sendiri justru membuat individu enggan menolong. Perwitasari (2010) melakukan Mini Riset mengenai prososial pada remaja, hasil Mini Riset menyimpulkan bahwa remaja mengalami penurunan kepedulian sosial dan kepekaan terhadap orang lain dan lingkungan. Remaja lebih mementingkan diri sendiri dan keberhasilannya tanpa banyak mempertimbangkan keadaan orang lain di sekitarnya.
Salah satu bukti penurunan kepedulian sosial remaja dilansir oleh Hardoko E (2015), kasus bullying SMP negeri di kota Binjai, seorang siswi mengunggah sebuah video kekerasan yang dilakukannya kepada teman sekolahnya. Di dalam video yang berdurasi 5 menit 46 detik tersebut terlihat bagaimana siswi tersebut tengah memukul, menendang dan menampar sambil mengucapkan kata-kata kasar untuk si korban. Dalam video tersebut juga terlihat teman sekolahnya yang lewat tapi justru bersikap acuh tak acuh pada kejadian tersebut. Selain itu berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Cahyaningro (2015) di SMK Taman Sukoharjo, dari 30 siswa hampir sebagian siswa menunjukkan adanya gejala penurunan perilaku prososial. Berdasarkan data catatak BK Taman Siswa Sukoharjo, dari tahun ketahun catatan perilaku antisosial siswa terus meningkat, 2011 tercatat 25% siswa berperilaku antisosial, 2012 naik menjadi 30% siswa yang berperilaku antisosial, hingga yang terakhir 2013 terdapat sekitar 34% siswa yang berperilaku antisosial.
Perilaku prososial sendiri umumnya didapat dari hasil belajar. Remaja mempelajari tingkah laku dan norma dari orang dewasa lainnya. Perilaku prososial yang baik yaitu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan bahkan terkadang melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong (Baron dan Byrne, 2005). Secara umum perilaku prososial dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor situasional yang meliputi karakteristik dari individu yang membutuhkan pertolongan, tekanan waktu, sedangkan faktor personal meliputi emosi, perasaan, empati, trait-trait kepribadian, mood dan juga norma-norma yang berlaku ( Myers, 2010). Mussen( 1980 ) menyatakan bahwa 37 % persen pengaruh perilaku prososial berasal dari norma kepercayaan. Jadi penghayatan seseorang mengenai norma kepercayaan yang ada di lingkungannya akan menentukan bagaimana perilaku prososialnya.
Menurut Eisenberg dan Mussen (1989) perkembangan moral mempengaruhi kecenderungan hati seseorang untuk bertindak secara prososial. Saat memasuki masa remaja, individu diharapkan dapat mengganti konsep moral yang berlaku dimasa kanak-kanak dengan perinsip moral yang berlaku umum dan merumuskan kode-kode moral yang berfungsi bagi pedoman perilakunya. Remaja harus dapat mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru. Kohlberg (Berk, 2013) memngemukakan bahwa pemikir moral yang sudah matang menyadari bahwa bersikap menurut keyakinan mereka adalah sangat penting untuk memelihara tatanan dunia sosial yang adil. Senada dengan gagasan ini diharapkan remaja di tahap yang lebih tinggi dapat mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan masalah juga mempertanggung jawabkannya dalam berbagai sudut pandang. Remaja diharapkan dapat melakukan tindakan prososial dengan membantu, berbagi, dan membela ketidakadilan (Carlo, dkk dalam Berk, 2013).
Perkembangan moral didefinisikan sebagai penalaran terhadap nilai, penilaian sosial dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan sebuah tindakan (Kohlbeg, 1995). Kohlberg (1995) membagi tingkat perkembangan moral menjadi tiga, yaitu pra-konvensional, konvensioal dan pasca-konvensional. Tahap pra-konvensioal menunjukan bahwa norma, aturan atau harapan dari masyarakat belum di pahami sebenarnya oleh idividu. Tingkat konvensioanal berarti individu sudah mampu memahami norma dan aturan sesuai dengan harapan masyarakat, guru, orangtua, tokoh masyarakat, dll. Pasca konvensional berarti individu dapat memahami norma, aturan, serta harapan masyarakat berdasar prinsip moral yang mendasarinya dan sudah mampu membuat keputusan moral dengan mengutamakan prinsip moral yang dianutnya. Dalam praktiknya perkembangan moral dapat dijadikan prediktor terhadap dilakukannya tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral (Kohlberg, 1995). Jadi perkembangan moral bukan hanya sebatas prinsip baik atau buruk tetapi juga upaya seseorang berpikir dan menimbang hingga sampai pada pengambilan keputusan untuk suatu tindakan.
Penghayatan norma kepercayaan dapat mendorong seseorang untuk berlaku adil dan mewujudkan keseimbangan didalam hidup. Sedangkan untuk memahami dan menghayati norma kepercayaan seseorang harus memiliki perkembangan moral yang baik. Sehingga bila disimpulkan bisa jadi salah satu faktor penyebab penurunan perilaku prososial pada remaja kini adalah adanya dekadensi moral. Sesuai dengan pendapat Desmita (2009), bahwa perkembangan moral sangat penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi. Sarwono (2012), menjelaskan bahwa moral dan religiusitas bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa agar tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat. Mini Riset tentang perkembangan moral pun sudah pernah dilakukan sebelumnya dan hasilnya menunjukkan perkembangan moral memiliki hubungan yang positif dengan perilaku prososial.
Dari pokok permasalahan yang sudah dipaparkan peneliti tertarik untuk mencari tau apakah ada hubungan yang signifikan antara perilaku prososial pada remaja dengan tingkat perkembangan perkembangan moralnya. Dimana hubungan yang dimaksut oleh peneliti adalah hubunganh positif yaitu semakin tinggi tingkat perkembangan moral maka semakin tinggi pula perilaku prososial pada remaja. Sedangkan sebaliknya ketika tingkat perkembangan moral semakin rendah makan perilaku prososial juga rendah. Dalam Mini Riset ini peneliti mengambil subjek dengan rentang usia yang lebih besar dari peneliti sebelumnya sehingga data yang didapatkan akan lebih bervariasi Mini Riset ini diharapkan dapat menambah wawasan, juga memberikan manfaat teoritis tentang hubungan perkembangan moral dengan perilaku prososial yang dapat digunakan untuk pertimbangan Mini Riset selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah Mini Riset
Rumusan masalah pada Mini Riset ini yaitu :
1.      Bagaimana hubungan antara perkembangan moral dengan perilaku prososial pada remaja ?

1.3. Tujuan Mini Riset
Adapun yang menjadi tujuan dalam Mini Riset ini adalah :
1.      Mengetahui hubungan antara perkembangan moral dengan perilaku prososial pada remaja. 



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori
1. Perilaku Prososial
Staub (Baron &Byrne, 1994), Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (Faturochman, 2006) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intens untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis.Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan : sharing (membagi) memiliki pengertian dimana individu yang memiliki kecukupan membagi kelebihannya baik materi maupun ilmu pengetahuan, Bekerja sama adalah suatu perilaku yang sengaja dilakukan sekelompok orang maupun organisasi untuk mewujudkan cita-cita bersama, helping (menolong) yaitu suatu bentuk tindakan sukarela tanpa memperdulikan untung maupun rugi, honesty (kejujuran) adalah bentuk perilaku yang ditunjukkan dengan perkataan yang sesuai dengan keadaan dan tidak menambahkan suatu kenyataan yang ada, generosity (kedermawanan) merupakan suatu perilaku dermawan yang menunjukkan rasa prikemanusiaan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain dimana hak dan kewajiban merupakan hak asasi setiap manusia. (Eisenberg &Mussen, 1989). Sears dkk. (1994), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri. Perilaku prososial merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari (Sears dkk., 1994 ). Bila disimpulkan perilaku sosial adah sikap mementingkan kepentingan orang lain, dan sikap menguntungkan yang dilakukan individu untuk orang lain tanpa mempertimbangkan kepentingan pribadi. Hudaniah & Dayakisni (2009) menuliskan tiga indikator perilaku prososial : 1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku, 2. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela, 3. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku prososial di dalam masyarakat, antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sears dkk (1994) : a) Faktor situasi yaitu meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan dan tekanan waktu. Kehadiran seseorang kadang-kadang dapat menghambat usaha untuk menolong semakin banyak orang semakin memungkinnya terjadinya penyebaran tanggung jawab. b) Faktor karakteristik penolong, kepribadian setiap individu berbeda-beda, kebutuhan tersebut akan memberi corak yang berbeda dan bisa menjadi motivasi individu untuk memberikan bantuan. Selain kepribadian, rasa bersalah yang merupakan perasaan gelisah yang timbul bila ketika individu melakukan kesalahan juga dapat menjadi pendorong untuk melakukan tindakan menolong.
Sedangkan menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009) faktor-faktor pengaruh tindakan prososial adalah : 1) Self-again, harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. 2) Personal values and norms, adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbale balik. 3) Empathy, kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.

2. Perkembangan Moral
Suseno (Muryono, 2009) mendefinisikan moral sebagai keyakinan mengenai apa yang baik dan apa yang buruk serta keyakinan akan norma-norma kelakuan manusia untuk menentukan apakah suatu tindakan atau sikap itu benar atau salah. Helden dan Richardas, 1971 (Hurlock, 1980) berpendapat bahwa moral adalah suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan.
Santrock (2011) menilai perkembangan moral sebagai perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Kohlberg (Hurlock,1980) mengemukakan teori perkembangan moral berdasarkan teori Piaget, yaitu dengan pendekatan arginismik (melalui
tahap-tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior). Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi dan rendahnya perkembangan moral seseorang berdasarkan perkembangan moralnya seperti yang diungkapkan lawrance Kohlberg (Hurlock, 1980). Teori ini berpandangan bahwa perkembangan moral, yang merupakan dasar dari etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg menggunakan cerita-cerita tentang dilema moral dalam Mini Risetnya, dan ia tertarik pada bagaimana orang-orang akan menjustifikasi.
Tiga level perkembangan moral menurut Kohlberg (Hurlock, 1980) : 1. Moralitas prakonvasional, Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, pada tahap ini anak-anak cenderung patuh terhadap aturan untuk menghindari sebuah hukuman selanjutnya tahap orientasi relativis instrumental, yaitu menyesuaikan diri (confirm) untuk mendapatkan ganjaran, kebaikannya diharapkan mendapat balasan kebaikan juga. Level ini ditemukan pada anak-anak prasekolah, sebagian besar anak-anak SD, sejumlah siswa SMP, dan beberapa siswa SMU dan tahap selanjutnya saling memberi dan menerima, 2. Moralitas konvensioanal, ditemukan pada sejumlah siswa SMP, dan banyak siswa SMU. Pada tahap ini anak memiliki orientasi manis yaitu, menyesuaikan diri untuk menghindari ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain. Selanjutnya orientasi hukuman dan ketertiban, yaitu tahap menyesuaikan diri untuk menghindari penilaian oleh otoritas resmi dan rasa bersalah, tahap orientasi hukuman ini biasanya hanya muncul ketika sudah memsuki usia-usia SMU, 3.Moralitas konvensional, jarang muncul sebelum masa kuliah, pada level ini seseorang memiliki orientasi sosial legalistic, yaitu menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari orang dan menjaga hubungan kesejahteraan masyarakat. Orientasi prinsip etika universal, yaitu tahapan paling tinggi tercapai ketika seseorang dapat menyesuaikan diri secara menyeluruh di segala aspek kehidupan untuk menghindari hukuman atas diri sendiri

3. Hubungan Perilaku Prososial dan Perkembangan Moral
Perilaku prososial perilaku yang mencakup tindakan : membagi, menolong, jujur, dermawan dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain (Eisenberg dan Mussen, 1989). Perilaku prososial besar manfaatnya untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Beberapa faktor eksternal dan internal akan mempengaruhi munculnya perilaku prososial. Faktor eksternal seperti kondisi lingkungan, kehadiran orang lain, dan desakan waktu. Sedangkan faktor internal meliputi self esteem juga norma-norma (Eisenberg, 2006). Berkowitz, 1972; Schwartz 1975 (Hurlock, 1980), mendefinisikan norma sebagai tanggung jawab sosial meyakinkan individu untuk berbuat baik bagi siapapun.
Kohlberg (Hurlock,1980) menjelaskan kesadaran akan norma berdasarkan pada pendekatan kognitif sebagai tahap perkembangan moral. Perkembangan moral Kohlberg selalu menjelaskan bagaimana seseorang mengerti akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosialnya dan bagaimana cara pandang tindakan yang seharusnya diambil dalam mengatasi masalah sosial yang berhubungan dengan lingkungan dan norma-norma sosial, karena inti dari prinsip moral sendiri adalah keadilan. Individu dituntut untuk jujur, menghargai dan memperhatikan hak-hak pribadi tiap individu. Tahap perkembangan moral menunjukkan cara individu untuk berfikir, termasuk konsistensi penalarannya. Tahap-tahap perkembangan moral bersifat universal, yang artinya setiap individu akan melalui urutan tahap yang sama namun berbeda dalam hal kecepatan dan sejauh mana tahap dapat dicapai.
Contoh kasus, sebut saja A, ia melihat kecelakaan dijalan dan memiliki pilihan yaitu memberi pertolongan orang tersebut atau tidak memeberi pertolongan ketika perkembangan moral A berada pada tahap pasca konvensional sebagai individu yang sangat menjunjung tinggi konsep kemanusiaan A percaya bahwa perbuatan menolong itu baik dan akan merasa bersalah ketika tidak membantu karena A yakin bahwa meninggalkan orang yang kesulitan adalah hal yang tidak baik sehingga akan besar kemungkinan bagi A utuk memutuskan menolong korban kecelakaan,. Kemungkinan menolong akan menjadi berbeda tahap perkembangan A masih dalam tahap perkembangan moral pra konvensional yang orientasi perilakunya berdasarkan hukum timbal balik sosial, ketika menolong orang kecelakaan dianggapnya tidak memiliki unsur timbal balik maka kemungkinan menolongnya akan menjadi lebih kecil. Jadi, bisa diasumsikan perilaku prososial seseorang akan berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangan moralnya. Berdasarkan teori Kohlberg, ada 3 Level dengan 6 tahapan perkembangan moral : 1) Tahap 1 adalah tahap orientasi hukuman, pada tahap ini perilaku moral muncul karena rasa takut akan hukuman, 2) Tahap 2 adalah tahap orientasi hedonistis, pada tahap ini perilaku moral muncul sebagai harapan adanya timbal balik, 3) Tahap 3 adalah tahap orientasi anak manis, pada tahap ini perilaku moral muncul bergantung pada tingkatan kelekatan individu dengan lingkungannya, 4) Tahap 4, adalah orientasi hukum dan kewajiban, pada tahap ini perilaku moral muncul dalam upaya menaati hukum dan aturan sosial, 5) Tahap 5, yaitu tahap penyesuaian diri untuk memelihara kesejahteraan masyarakat, 6) Tahap 6 adalah tahap orientasi suara hati, perilaku moral muncul sebagai perinsip untuk menjunjung tinggi aspek kemanusiaan, dan rasa bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan seluruh aspek dalam kehidupan.


BAB III
METODOLOGI MINI RISET

3.1. Rancangan Mini Riset
Mini Riset ini dilakukan dengan metode kuantitatif karena gejala-gejala hasil Mini Riset berwujud data, diukur dan dikonversikan dahulu dalam bentuk angka-angka atau dikuantitatifkan dan dianalisis dengan teknik statistik. Jenis Mini Riset ini adalah Mini Riset korelasi karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara dua data yaitu perkembangan moral dan perilaku prososial.

3.2. Subjek Mini Riset
Populasi subjek Mini Riset adalah individu dengan jenjang usia berkisar 15-19 tahun setingkat dengan siswa SMP kelas 3, SMA dan Mahasiswa tingkat awal, seusai dengan teori perkembangan Santrock masa remaja dimulai dari usia 11 dan berakhir di usia 20 tahun yang berada di kota Malang. Subjek Mini Riset berjumlah 250 orang. sesuai dengan teori dari Roscoe, 1995 (Sekaran, 2006) bahwa ukuran sample dapat dikatakan reliable dengan jumlah sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500. Sample diambil secara insidental, artinya peneliti mengambil data dimanapun ketika bertemu dengan subjek yang sesuai dengan kriteria.

3.3. Variabel dan Instrumen Mini Riset
Mini Riset ini memiliki dua variabel Mini Riset.Variabel x adalah perkembangan moral yaitu nilai, penilaian sosial, dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan suatu tindakan. Sedangkan variabel y adalah perilaku prososial yaitu, segala bentuk perilaku yang mencakup tindakan-tindakan : sharing (membagi), helping (menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan oranglain (Eisenberg &Mussen, 1989)
Untuk mengukur perilaku prososial peneliti menggunakan skala prososial berdasar teori Eisenberg (faturochman, 2006) yang telah di try out oleh Novyta (2014) dengan aspek berbagi, menolong, menyumbang, kejujuran, kedermawanan, dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Adapun indeks validitas dari skala perilaku prososial sebesar 0,323-0,708 dengan reabilitas sebesar 0,855
  
Tabel 1. Blue Print Skala Prososial

No
Aspek
Favorable
Unfavorable
Jumlah
1.
Sharing (membagi)
1,2,3
5,6,7
6
2.
Helping (menolong)
4,8,9
11,12,13
6
3.
Generosity (kedermawanan)
10,14,15
17,18,19
6
4.
Cooperative (kerjasama)
16,20,21
22,23,24
6
5.
Honesty
25,26,27
29,30,31
6
6.
Mempertimbangkan   hak
dan  28,32,33
34,35,36
6

kewajiban orang lain



Total
18
18
36

Sedangkan untuk mengukur tingkat perkembangan moral peneliti menggunakan skala D.I.T (Difining Issues Test) adaptasi dari Kohlberg. Angket ini pada dilema-dilema moral tahap perkembangan moral yang dicetuskan oleh Kohlberg. Prosedur skoring adalah sebagai berikut :
1) Setiap pertanyaan dalam angket dilema moral diperlakukan sebagai 1 butir aitem, 2) Tiap butir aitem akan diberi nilai antara 1 - 6 berdasarkan 6 tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg (1995: 81), Nilai 1: apabila jawaban siswa mengandung unsur kepatuhan atau menghindari hukuman. Akibat-akibat fisik dan tindakan menentukan baik atau buruk tindakan ini. Nilai 2 : apabila jawaban siswa mengandung unsur timbal balik, bukan masalah kesetiaan, rasa terimakasih, atau rasa adil. Nilai 3: apabila jawaban siswa mengandung unsurunsur agar diterima lingkungan dengan bersikap “baik” atau “manis”. Nilai 4 : apabila jawaban siswa mengandung unsur melaksanakan kewajiban, hormat pada otoritas, atau memelihara ketertiban sosial yang ada demi ketertiban itu sendiri. Nilai 5 : apabila jawaban siswa mengandung unsur kesadaran yang jelas bahwa nilai-nilai dan pendapat pribadi itu relatif, maka perlu adanya peraturan untuk mencapai konsensus atau persetujuan bersama. Tindakan benar cenderung dimengerti dari segi hak-hak manusia yang umum dan disetujui masyarakat. Nilai 6 : apabila jawaban siswa mengandung unsur atau prinsip abstrak, etis, dan universal mengenai keadilan, kesamaan hak asasi manusia, dan penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi. Tindakan benar diartikan sesuai dengan suara hati, sesuai prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, berpedoman pada universalitas dan logis.

Tabel 2. Indeks Validitas Instrumen Setelah Try Out

Instrument
Jumlah Item Disajikan
Jumlah
Item  Indeks



Valid
Validita
Skala Prososial
36 Item
33 Item
0,202-0,652
Skala
Perkembangan
5 Item
5 Item
0,191-0,516
Moral





Berdasarkan hasil try out yang dilakukan peneliti memperoleh indeks validitas 0,202-0,652 untuk skala prososia. Dari 36 item yang diujikan 33 item dinyatakan valid dan 3 sisanya dinyatakan gugur. Sedangkan indeks validitas skala perkembangan moral berkisar 0,191-0,516 tanpa item gugur.

Tabel 3. Indeks Realibilitas Instrumen Mini Riset
Instrument
Cronbach’s Alpha
Skala Prososial
0,866
Skala
Perkembangan
0,544
Moral



Berdasarkan table diatas maka dapat disimpulkan bahwa instrument yang dipakai dalam Mini Riset ini adalah reliable pada kategori sedang. Sesuai dengan kategori koefisien dari Gulford (1956) dimana nilai Cronbach’s Alpha 0,40 – 0,60 memiliki reliabilitas sedang.

3.4. Prosedur dan Analisa Data
Prosedur Mini Riset ini terdiri dari 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan analisa. Pada tahap persiapan peneliti terlebih dahulu menentukan jumlah subjek dan criteria subjek Mini Riset, serta menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam Mini Riset. Peneliti terlebih dahulu melakukan bimbingan untuk proses adaptasi alat ukur yang akan digunakan. Setelah kedua alat ukur disetujui oleh dosen pembimbing, try out dilaksanaka. Setelah data terkumpul maka peneliti malakukan analisis validitas dan reliabilitas item skala.
Setelah uji reliabilitas dan validitas dilakukan maka diketahui item yang harus gugur dan tetap bertahan sebagai alat ukur. Pada tahap penyebaran skala, jumlah subjek yang ditentukan untuk Mini Riset ini adalah 250 remaja berusia 15-19 tahun. Dalam pengambilan subjek Mini Riset, peneliti meminta bantuan kepada saudara yang masih berada di bangku SMA untuk mengambil data remaja yang perkiraan usianya 17-18 tahun. Untuk remaja setingkat SMP dan Mahasiswa peneliti terjun langsung ke lapangan untuk pengambilan datanya. Alat ukur yang disebarkan berupa 2 skala yang berbentuk skala likert, jadi setiap satu subjek Mini Riset akan mengisi 2 skala sekaligus. Setelah data terkumpul sesuai dengan kuota yang ditentukan, peneliti melakukan scoring dan input data dan melakukan analisis data dengan program SPSS. Peneliti menggunakan analisa korelasi product moment dari Pearson untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat perkembangan moral dengan perilaku prososial.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Dari data yang diperoleh dalam Mini Riset ini dilakukan analisis data dengan menggunakan korelasi product momen dari Karl Pearson. Subjek dalam Mini Riset ini adalah remaja berusia 15-19 tahun.

Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia

Usia
Jumlah
Presentase



15 – 16 Tahun
123
49,2
17 – 20 Tahun
127
50.8



Total
250
100





Beradasarkan table 4 maka dapat diuraikan bahwa subjek yang memiliki usia 15 tahun yaitu sebanyak 89 responden dengan presentasi 35,6%, 16 tahun 34 responden (13,6%), 17 tahun sebanyak 39 responden (15,6%), 18 tahun 37 responden (14,8%) dan 19 tahun sebanyak 51 responden dengan presentase 20,4%.

Tabel 5. Deskripsi Subjek Berdasarkan Perkembangan Moral

Tahap
Jumlah
Presentase



1
17
6.8
2
35
14.0
3
57
22.8
4
89
35.6
5
48
19.2
6
4
1.6



Total
250
100




Bila dilihat dari skor subjek tingkat perkembangan moral dari 250 subjek yang diteliti diketahui ada 17 subjek (6.8) berada pada tahap perkembangan tingkat 1, 35 subjek berada pada tahap perkembangan moral tingkat 2, 57 subjek (22, 8%) berada pada tahap perkembangan moral tingkat 3, sedangkan di tahap 4 ada 89 subjek (35,6%), sisanya sebanyak 56 subjek berada di tahap 5 dan 6 dengan presentase 19,2% ditahap 5 dan 1,6% berada pada tahap 6.

Tabel 6. Deskripsi Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tahap

Tingkat Pendidikan

Total
Mahasiswa
SMA
SMP


1
0
8
9
17
2
3
18
14
35
3
12
27
18
57
4
22
40
27
89
5
13
12
23
48
6
1
2
1
4
Total
51
107
92
250

Dapat dilihat dari data subjek banyak subjek berada pada tingkat perkembangan moral 3, 4, dan 5. Bila dilihat subjek Mahasiswa, SMA, dan SMP paling banyak berada pada tahap perkembangan moral 4, dan paling sedikit berada pada tahap perkembangan moral 6

4.2. Pembahasan
Dari hasil analisis data menggunakan uji korelasi product moment dari Karl Pearson dapat ditarik kesimpulan bahwa Tahap perkembangan moral seseorang memiliki hubungan dengan perilaku prososialnya. Hasil uji korelasi dapat dilihat pada table berikut ini :


Tabel  7.  Hasil  Analisis  Hubungan  Tingkat  Perkembangan  Moral  Dengan
Perilaku
Prososial Pada Remaja.










r hitung
r2
Sig.
Keterangan
Kesimpulan






0,822
0,675
0,000
Sig. < 0,05
Hubungan signifikan








Berdasarkan hasil analisis data menggunakan metode Correlation Product Moment maka dapat diketahui bahwa nilai r hitung yang diperoleh sebesar 0,822 dengan signifikansi 0,000 atau < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat perkembangan moral dengan perilaku prososial remaja. Semakin tinggi tingkat perkembangan moral pada remaja maka perilaku prososial yang muncul juga akan semakin tinggi.
Berdasarkan hasil Mini Riset diketahui bahwa perkembangan moral memiliki nilai sig 0,000 (p 0,001) yang berarti perkembangan moral memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial pada remaja. Hasil Mini Riset menunjukkan bahwa arah hubungan perkembangan moral dengan perilaku prososial adalah positif. Hal ini bererti ketika remaja memiliki perkembangan moral yang tinggi maka perilaku prososialnya juga akan semakin meningkat. Sebaliknya ketika remaja memiliki perkembangan moral yang rendah, maka perilaku prososialnya juga akan semakin rendah. Hal yang sama dijelaskan oleh Mini Riset Farid & Perwitasari (2011) bahwa perkembangan moral, kecerdasan emosi, religiusitas dan pola asuh orang tua otoritatif memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial. Jadi dapat disimpulkan bahwa benar perkembangan moral memiliki hubungan dengan perilaku prososial.
Remaja adalah masa transisi yang dipenuhi dengan proses perubahan, dari perubahan fisik sampai perubahan psikologis. Masa remaja dikenal sebagai masa yang amat beresiko. Sebagian remaja bisa jadi sulit menangani begitu banyak perubahan yang terjadi dalam satu waktu dan mungkin membutuhkan bantuan. Masa remaja adalah waktu pembentukan masa dewasa, remaja dituntut untuk lebih produktif dan dapat menghadapi masalah besar. Masa remaja dikenal dengan kenakalannya, seperti perkelahian, munculnya sikap antisosial dan berkurangnya sikap prososial. Pada dasarnya sikap prososial sangatlah penting bagi pemenuhan kebutuhan perkembangan sosial remaja, karena dengan berperilaku prososial remaja akan dapat menjalin hubungan positif baik antar individu atau dengan masyarakat.
Wentzel, 1997 (Santrock, 2011) menjelaskan bahwa perilaku prososial sangat dibutuhkan oleh remaja untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan. Dalam Mini Riset sebelumnya dikatakan bahwa rata-rata sikap prososial remaja setiap tahunnya mengalami perubahan. Dalam Mini Riset ini tercatat dari 250 anak ada 109 anak yang memiliki skor prososial rendah, sisanya memiliki skor prososial yang tinggi.
Ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku prososial akan membuat hubungan antar individu dan masyarakat menjadi negatif, seseorang dengan perilaku prososial dengan sendirinya akan mampu beradaptasi dengan baik. Berbeda dengan seseorang dengan perilaku anti sosial, perilaku anti sosial berakibat pada penerimaan individu di lingkungan sosialnya. Sebenarnya ada banyak faktor yang mendorong seseorang untuk berperilaku prososial salah satunya adalah personal value and norms. Yaitu internalisasi nilai-nilai serta norma dalam diri individu. Ketika seseorang melakukan interaksi sosial maka mereka akan mempelajari nilai-nilai dan norma sosial yang berlaku sebagai tolak ukur antara baik dan buruk. Kemampuan penalaran individu terhadap nilai dan norma sosial tersebut dalam ilmu psikologi digambarkan sebagai perkembangan moral.
Perkembangan moral, merupakan pemahaman mengenai benar dan salah. Santrock (2011) menilai perkembangan moral sebagai perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Menurut Kohlberg (Hurlock, 1980) perkembangan moral menjelaskan bagaimana seseorang mengerti akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosialnya dimana seseorang dituntut untuk jujur, saling berbagi, saling menolong, yang sejalan dengan konsep prososial. Konsep perkembangan moral mengedepankan kemampuan kognitif untuk menilai suatu perilaku sesuai dengan konsep moral yang berkembang dalam masyarakat. Konsep moral yang dikembangkan oleh Kohlberg lebih menekankan pada alasan yang menjadi dasar seseorang bisa melakukan suatu tindakan (Hurlock, 1999). Jadi, sebelum individu memutuskan untuk berbuat sesuatu individu akan memikirkan apakah perilaku tersebut baik dan dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
Pada masa anak-anak individu melakukan penilaian benar atau salah hanya berdasarkan tindakan yang akan mempengaruhi mereka. Artinya seorang anak akan berperilaku baik karena mereka takut akan hukuman yang akan diberikan kepada mereka ketika mereka berbuat buruk. Namun seiring waktu individu akan memahami bahwa mereka mungkin perlu mempertimbangkan kebutuhan – kebutuhan orang lain ketika menentukan mana yang benar dan mana yang salah dalam berperilaku. Dan pada akhirnya mereka akan memahami bahwa benar dan salah perilaku berhubungan dengan sekumpulan standart dan prinsip yang menjelaskan hak-hak manusia, bukan hanya kebutuhan individual. Tidak hanya itu, perkembangan moral juga sangat berkaitan denganpengembangan hati nurani, kemampuan untuk mengadakan empati dan kemampuan diri bersalah (faktor-faktor afektif) ikut berperan dalam perkembangan moral.
Bila dilihat dari penjelasan diatas maka sangat mungkin bila perkembangan moral memiliki hubungan dengan munculnya perilaku prososial. Semakin tinggi perkembangan moral individu berarti semakin individu tersebut mengerti mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik atau dalam arti lain individu dapat menginternalisasi nilai dan norma sosial dengan baik dan semakin tinggi perkembangan moral individu maka semakin luas tolak ukur dalam pengambilan keputusan baik dan buruk. Bila di masa anak-anak tolak ukur penentuan baik dan buruk hanya berpatokan kepada tindakan yang mempengaruhi mereka maka seiring dengan waktu individu akan belajar bahwa kepentingan orang lain dan lingkungan sosial juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Selain itu ketika perkembangan moral juga diiringi dengan perkembangan kemampuan untuk mengadakan empati dan kemampuan mengadakan rasa bersalah. Karena itu dalam diri hal ini perkembangan moral dapat mendorong individu untuk melakukan tindakan prososial. Hal ini selaras dengan hasil Mini Riset ini yaitu adanya hubungan yang positif antara perkembangan moral dengan perilaku prososial pada remaja. Hasil Mini Riset ini didukung oleh Mini Riset Dewi (2014) melakukan Mini Riset mengenai pengaruh kegiatan ekstrakulikuler kepramukaan terhadap perilaku prososial. Hasil Mini Riset menjelaskan bahwa kegiatan pramuka yang merupakan kegiatan diluar kelas dalam rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi nilai-nilai dan aturan-aturan sosial baik nasional maupun global dapat meningkatkan perilaku prososial remaja di SMP Cerdas Murni. Seperti yang diketahui kegiatan pramuka adalah salah satu wadah pembelajaran moral pada siswa.
Dalam Mini Riset ini ditemukan bahwa sebagian besar remaja memiliki rata-rata perilaku prososial yang tinggi. Tercatat 56, 4% remaja memiliki nilai perilaku prososial diatas rata-rata. Selaras dengan nilai perilaku prososial yang tinggi nilai perkembangan moral remaja juga tinggi, dapat dilihat dari rata-rata nilai perkembangan moral tercatat 134 atau sekitar 53% anak memiliki nilai diatas rata-rata. Hal ini berarti remaja sudah dapat dengan baik menginternalisasi nilai dan norma sosial yang ada. Keputusan baik dan buruk remaja tidak berpatok lagi kepada tindakan yang akan mempengaruhi mereka, melainkan kepada kebutuhan-kebutuhan orang lain dan pertimbangan hak-hak orang lain serta penerimaan lingkungan sehingga dorongan untuk melakukan tindkan prososial juga tinggi. Diperjelas lagi dengan hasil analisis determinasi dalam Mini Riset ini, diketahui perkembangan moral memiliki sumbangan efektif yang cukup besar dengan nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0.675 yaitu berkisar 67,5% dan 32,5% nya dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor situasional seperti faktor kehadiran orang lain dan tekanan waktu. Keterbatasan yang dialami peneliti dalam proses Mini Riset ini adalah belum adanya standart penilaian norma yang baku pada skala perkembangan moral sehingga proses penilaiannya masih bersifat subjektif.




BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari hasil Mini Riset dan analisis data dapat diketahui terdapat hubungan positif dan signifikan antara perkembangan moral dengan perilaku prososial. Adanya hubungan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan moralnya maka akan semakin tinggi pula perilaku prososialnya, dan ketika tingkat perkembangan moralnya rendah maka akan semakin rendah pula perilaku prososialnya. Besarnya nilai hubungan yang diperoleh 62%, sedangkan 36% dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor situasional dan kehadiran orang lain.

5.2 Saran
Implikasi Mini Riset ini yaitu bagi remaja agar dapat menambah wawasan agar dapat diterapkan dalam bersikap dan berperilaku. Dengan harapan dapat membangun kesadaran untuk memperluas pergaulan dan menambah pengalaman bersosial. Bagi akademisi diharapkan dapat memberi manfaat teoritis tentang studi perkembangan moral dan perilaku prososial. Juga untuk peneliti selanjutnya yang akan melakukan Mini Riset yang sama diharapkan mampu untuk menyempurnakan dengan menggunakan variabel lain, atau dengan lebih menyempurnakan reliabilitas dari skala perkembangan moral atau dengan mencari skala penalaran moral yang sudah memilki norma baku. Eisenberg (1989), menjelaskan perilaku prososial sering didefinisikan sebagai perilaku sukarela yang disengaja bermanfaat bagi orang lain, hasil Mini Risetnya juga menunjukkan hubungan perilaku prososial dan simpati atau nilai moral. Ia menemukan bahwa pengalaman simpati dan prososial pada individu saat menyelesaikan konflik moral, berhubungan dengan penalaran moral.
  
DAFTAR PUSTAKA

Ali Moh, Anshori Moh. (2014). Psikologi remaja. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Baron, R.A. & Byrne, D.(1997).social psychology.Eight Edition.USA: Allyn and Bacon A Viacom Company.


Baron,& Byrne. (2005).Psikologi sosial Jilid 2.Edisi Indonesia.Jakarta : Erlangga.

Berk, Laura E. (2013). Development through the lifespan Buku 1. Pustaka Pelajar

Cahyaningoro, Erika A. (2015). Hubungan antara intensitas menonton tayangan reality show dengan perilaku prososial remaja. Naskah Publikasi : Universitas Muhammadiah Surakarta.

Dayakisni T, Hudaniyah. (2009). Psikologi sosial. UMM Press.

Desmita. (2009). Psikologi perkembangan peserta didik. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Dewi, K.N. (2014). Pengaruh ekstrakulikuler kepramukaan terhadap perilaku prososial remaja di smp santa ursula jakarta. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia Vol.03.

Eisenberg, N. (2006). Social, emotional and personality development. 6th edition. Hand book of child psychology.

Eisenberg,.  N,.  &   Mussen,.  P.H.  (1989)    The   roots  of  prosocial    behavior  in  children.
Cambridge University Press. Cambridge.

Farid & Prawitasari, Y.E. (2011) Hubungan penalaran moral, kecerdasan emosi, religiusitas, dan pola asuh orang tua otoritatif dengan perilaku prososial remaja. Repository Universitas Gajah Mada.

Faturochman. (2006). Pengantar psikologi sosial. Yogyakarta : Penerbit Pustaka

Gunarsa & Gunarsa,Y.S.D. (1991). Psikologi Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Kohlberg, Lawrence. (1995). Tahap-tahap perkembangan moral. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
  
LAMPIRAN
NO
Pernyataan
SS
S
TS
STS






1.
Saya berbagi ilmu pengetahuan dengan teman saya saat
SS
S
TS
STS

berdiskusi dalam kelas.











2.
Saya berbagi buku pelajaran dengan teman sebangku saya.
SS
S
TS
STS






3.
Saya suka berbagi makanan atau mentraktir teman saya ketika
SS
S
TS
STS

memiliki uang yang lebih












4.
Saya akan membantu orang tua atau anak kecil saat menyebrang
SS
S
TS
STS

jalan











5.
Saat teman saya bertanya soal tugas, saya akan menjawab tidak
SS
S
TS
STS

tahu meskipun saya mengetahuinya.











6.
Saya tidak akan meminjamkan buku catatan pelajaran saya
SS
S
TS
STS

kepada siapapun.











7.
Saya menyembunyikan barang yang saya miliki agar tidak
SS
S
TS
STS

dipinjam teman.











8.
Ketika melihat teman saya mendapatkan perilaku bullying saya
SS
S
TS
STS

akan menolongnya.











9.
Saya melihat kecelakaan, saya langsung menolong dan
SS
S
TS
STS

membawanya kerumah sakit.











10.
Saya menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai untuk
SS
S
TS
STS

diberikan pada panti asuhan.











11.
Ketika melihat anak kecil kehilangan orang tuanya di dalam mall,
SS
S
TS
STS

saya bersikap acuh.











12.
Saya tidak akan ikut campur, atau membantu masalah yang
SS
S
TS
STS

dialami teman saya.










13.
Saya bersikap acuh tak acuh saat melihat kecelakaan.
SS
S
TS
STS






14.
Saya suka berpartisipasi menjadi relawan ketika terjadi bencana
SS
S
TS
STS

alam.










15.
Saya akan menengok teman saya yang sakit.
SS
S
TS
STS






16.
Saat ada tugas kelompok saya mendahulukan kepentingan
SS
S
TS
STS

kelompok dari pada kepentingan individu.










17.
Saya tidak pernah menyumbangkan dana pribadi saya untuk bakti
SS
S
TS
STS

sosial.










18.
Saya lebih memilih pergi bersama teman-teman dari pada
SS
S
TS
STS

mengikuti acara penggalangan dana.










19.
Saya lebih memilih membelanjakan semua uang pribadi saya
SS
S
TS
STS

untuk barang-barang yang saya sukai, dibanding menyisihkannya





untuk kepada panti asuhan.










20.
Saya ikut mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman.
SS
S
TS
STS






21.
Saya senang bekerjasama dan mengikuti kegiatan kerjabakti di
SS
S
TS
STS










Posting Komentar

0 Komentar