Contoh Critical Book Report Yang Baik - UINSU - Lengkap Dengan Ringkasan Buku Tata Krama Suku Bangsa Jawa

Contoh Critical Book Report [CBR UINSU]


BAB I
PENDAHULUAN 
Latar Belakang "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Tata krama adalah suatu aturan yang diwariskan turun temurun untuk mengatur hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya yang bertujuan untuk saling menghormati menurut adat yang berlaku disuatu masyarakat tersebut. Dalam tata krama Jawa ada etika dan sopan santun yang harus dipenuhi dan hal ini tidak terlepas dari sifat halus dan kasar.Tata krama yang menonjol dalam keluarga Jawa adalah adanya perbedaan dalam percakapan sehari-hari dengan keragaman bahasa yang digunakan.Umumnya tata krama Jawa diajarkan sejak kecil sehingga dapat menjadi sebuah kebiasaan yang tidak akan dilupakan sampai seseorang tua. Namun sayangnya tata krama Jawa ini mulai luntur, hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya generasi muda yang tidak diajarkan tata krama Jawa dengan baik, generasi muda yang lebih mengikuti trend, keadaan keluarga, pekerjaan orangtua, lingkungan, dan suku yang ada dalam keluarga tersebut (misalnya ayah bersuku Jawa dan ibunya bersuku di luar Jawa dan sebaliknya).
Padahal tata krama suku Jawa merupakan salah satu kebudayaan Indonesia yang harus diwarisi oleh generasi muda suku Jawa sebagai ciri khas dari sukunya. Dan, tata krama yang terkandung di dalamnya dapat membawa dampak positif bagi generasi muda Jawa dalam menghormati orang yang dituakan maupun sesamanya.

1.2 Tujuan "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
2. Mengetahui cara membandingkan buku yang dikritik dengan buku yang menjadi pembanding
3. Untuk mengetahui tata krama dari generasi muda suku bangsa Jawa di Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

1.3 Manfaat "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
1. Menambah pengetahuan dalam mengkritik suatu buku dengan menggunakan pembanding
2. Menambah pengetahuan mengenai tata krama yang ada di suku bangsa Jawa khususnya di daerah Kabupaten Sleman propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

 Identitas Buku "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
• Judul Buku : Tata Krama Suku Bangsa Jawa Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 
• Pengarang : Dra. Christriyati Ariani, Dra. Hj. Isni Herawati, Dra. Isyanti, Drs. Sujarno, Drs. Nurdiyanto
• Penerbit : Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata
• Tahun Terbit : 2002
• ISBN  : -
• Tebal Buku/Halaman : 106 Halaman





BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Masyarakat Jawa atau suku bangsa Jawa adalah mereka yang tinggal di bagian selatan dan timur Pulau Jawa atau mereka yang menggunakan bahasa ibu dengan bahasa Jawa (Koentjaraningrat, 1984:Magnis Suseno, 1981). Tata krama, etika, atau sopan-santun yang merupakan salah satu unsur budaya yang dimiliki oleh suku bangsa Jawa juga tidak terlepas dari sifat-sifat halus dan kasar. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam berperilaku atau pun berinteraksi manusia Jawa mempunyai tata nilai yang dijadikan sebagai pedoman.

B. Permasalahan "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Sehubungan dengan hal tersebut, maka masalah yang ingin diketengahkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana tata krama yang berlaku dikalangan generasi muda?
2. Mengapa mereka berperilaku seperti itu?

C. Tujuan Penelitian "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Secara besar penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tata krama suku bangsa Jawa, terutama perilaku tata krama yang diperlihatkan oleh generasi muda. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah tata krama Jawa yang ditampilkan oleh generasi muda yang ada di daerah penelitian masih mencerminkan tata krama manusia Jawa.

D. Ruang Lingkup "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Adapun tata krama yang menjadi bahasan daalam penelitian ini adalah:
o   Tata krama menghormati orang tua/ yang “dituakan”
o   Tata krama bertamu
o   Tata krama berbicara dan mengemukakan pendapat
o   Tata krama bersalaman
o   Tata krama duduk dan berdiri
o   Tata krama makan dan minum
o   Tata krama bertegur sapa
o  Tata krama berpakaian dan berdandan

E. Metode Penelitian
1. Penentuan Lokasi "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Penelitian in dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dimungkinkan tata krama yang diaaktualisasikan oleh generasi muda tersebut masih mencerminan tata krama suku bangsa Jawa. Kabupaten Sleman letaknya sangat berdekatan dengan Yogyakarta sebagai ibukota propinsi, sehingga arus budaya asing yang merembes masuk ke kota tersebut sangat berpengaruh terhadap generasi muda bersangkutan.

2. Pengumpulan Data "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan digunakan teknik pengumpulan data yang berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner dan pedoman wawancara. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini secara kualitatif dengan menggunakan tabel frekuensi yang diperkuat dengan data kualitatif. Responden yang dipilih dala penelitian ini sebanyak 90 siswa orang tersebar dalam 4 SMU yakni 2 SMU Negeri dan 2 SMU Swasta, serta 2 SMK masing-masing 1 SMK Negeri dan 1 SMK Swasta yang secara acak masing-masing sekolah dipilih sebanyak 15 siswa.

F. Pertanggungjawaban Penelitian
Penelitian yang berjudul Tata Krama Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dilakukan oleh para peneliti dari Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta. Tahap persiapan dilakukan mulai bulan Juni 2001. Bulan Juli-Agustus 2001 dilakukan penelitian lapangan dengan menggunakan kuesioner serta pedoman wawancara kepada siswa, guru, ataupun tokoh masyarakat yang dianggap mengetahui tata krama. Setelah data lapangan terkumpul, pada bulan September 2001 dilakukan editing kuestioner yang masuk, dan dilanjutkan pengolahan data. Kemudian pada bulan November 2001 dilakukan penyerahan laporan penelitian.

BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN SLEMAN
A. Letak dan Lokasi "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di samping Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulonprogo serta Kodya Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada posisi antara 1070 15’ 03” dan 1000 25’ 30” BT, 70 34’ 51” dan 70 47’ 03” LS dengan ketinggian antara 100-2500 m dari permukaan air laut. Kabupaten Sleman terdiri dari 17 kecamatan, 82 desa serta 1.212 dusun. Luas wilayah Kabupaten Sleman adalah 574,82 km2. Sebagian besar wilayah yang ada di Kabupaten Sleman digunakan sebagai lahan pertanian berupa persawahan serta perladangan.

B. Keadaan Penduduk "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Data monografi 1999 jumlah penduduk Kabupaten Sleman tercatat sebanyak 838.628 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 409.139 jiwa dan perempuan sebanyak 419.812 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 194.261 sehingga rata-rata jumlah jiwa per Rumah Tangga terdiri dari 4,2 jiwa. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Sleman cenderung mengalami peningkatan. Ditinjau dari mata pencaharian penduduk dapat dikatakan sangat bervariasi. Namun sebagian besar 27,5% berada di sektor pertanian kemudian disusul oleh sektor perdagangan 23,4%; jasa 21,18%; sektor industri 13,92%; konstruksi 7,43%; angkutan 3,73%; sektor pertambangan 1,34%.

C. Kondisi Perekonomian
Andalan perekonomian Kabupaten Sleman adalah pertanian dan komoditas andalannya ialah salak yang merupakan ciri khas tersendiri bagi daerah ini selain sayuran dan palawija. Selain sektor pertanian ada juga komoditi dari sektor kerajinan dan sektor pariwisata. Sedangkan aktivitas dari sektor pariwisata digerakkan oleh jenis wisata museum, wisata candi, alam serta pertunjukkan kesenian pentas.

D. Sistem Kekerabatan
Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk dalam satu wilayah budaya Jawa khususnya Jawa pedalaman, dimana budaya Jawa pedalaman mempunyai adat dan tradisi yang bersumber dari kraton. Oleh karena itu, Kabupaten Sleman yang letaknya sangat dekat dengan Daerah Istimewa Yogyakarta tentu adat dan tradisinya juga bersumber dari kraton. Sistem pertalian keluarga Jawa berdasarkan kepada prinsip keturunan bilateral. Geertz menyebutkan bahwa sistem terminologi keluarga Jawa adalah bilateral, bersisi dua dan turun temurun. Artinya bahwa istilah- istilah dalam keluarga Jawa sama, apakah itu saudara perangkainya ibu ataukah ayah, dan bahwa semua anggota generasi sendiri misalnya saudara seayah-seibu dan saudara sepupu disebut dalam istilah yang sama.

E. Kondisi Sosial Budaya
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia. Penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 1998 sebagian besar penduduk Sleman berpendidikan SMU (28,68%), kemudian disusul tingkat SD (20,95%); SLTP (15,81%). Tingginya penduduk yang tidak atau belum tamat SD sebesar 15,23%, hal ini mungkin dikarenakan oleh rendahnya pengetahuan mereka akan pentingnya pendidikan. Akan tetapi di sisi lain penduduk yang berpendidikan perguruan tinggi jumlahnya relatif tinggi yaitu 7,64%.

BAB III LATAR BELAKANG SOSIAL BUDAYA RESPONDEN
Sasaran penelitian ini adalah generasi muda yang berusia antara 16-19 tahun, atau siswa siswi SMU dan SMK yang terdapat di wilayah Kabupaten Sleman. Latar belakang sosial budaya tersebut diantaranya adalah identitas responden sendiri serta latar belakang sosial budaya orangtua mereka.

A. Identitas Responden
1. Umur Responden dan Jenis Kelamin "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Kelompok yang paling rentan terkena arus budaya asing ialah generasi muda sehingga diambil sampel ada para siswa-siswi SMK dan SMU baik negeri maupun swasta. Dari hasil penelitian  mengenai tata krama menyebutkan bahwa ada kecenderungan siswa putri lebih beretika daripada siswa putra.

 2. Agama "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Agama yang dianut oleh sebagian besar responden adalah agama Islam dan agama Kristen/Katolik. Dalam penelitian ini khususnya pada sampel SMU swasta diambil sebuah sekolah yang latar belakang agama Islam dan sebuah SMU berlatar belakang Katholik. Khusus untuk SMK swasta yang berlatar belakang Islam.

3. Tempat Tinggal, Lama Tinggal, Keberadaan Orang Tua
Dari data yang diperoleh sebagian besar responden bertempat tinggal di kota dan mereka menetap sudah lebih dari 10 tahun dan masih mempunyai orangtua lengkap. Dimungkinkan timbulnya perilaku yang tidak sesuai dengan tata krama dapat diminimalkan.

4. Kedudukan Responden Dalam Keluarga, dan Kegiatan Responden
Kedudukan atau posisi responden juga mempengaruhi untuk bertata krama yang baik. Misalnya apabila responden merupakan anak sulung diperkirakan akan mempunyai tata krama lebih baik dibandingkan dengan adik-adiknya. Keikutsertaan responden dalam kegiatan organisasi baik organisasi di sekolah maupun di masyarakat diperkirakan dapat memberikan pengaruh positif pada responden dalam bertata krama.

B. Identitas Orang Tua Responden
1. Pendidikan Orang Tua
Orang tua yang berlatar belakang pendidikan tinggi diharapkan akan lebih mementingkan tata krama bagi anak-anaknya, daripada orang tua yang berpendidikan rendah. Hal ini tentu sangat tergantung kepada wawasan serta anggapan penting tidaknya tata krama dalam keluarga mereka.

2. Agama Orang Tua
Orang tua responden sebagian besar beragama Islam, sebagian lagi Katholik serta Kristen.

3.  Pekerjaan Orang Tua
Jenis pekerjaan orangtua berpengaruh pada sosialisasi anak terkait dengan waktu luang yang tersedia bagi keluarga. Orang tua yang punya waktu luang tentu akan lebih sering berkumpul dengan keluarga dan proses sosialisasi anak akan lebih dirasakan. Sebaliknya orangtua yang sibuk kemungkinan jarang berkumpul dengan keluarga sehingga transformasi nilai-nilai tata krama jarang dilakukan kepada anak. Dari data yang diperoleh bahwa pekerjaan orang tua sangat bervariasi. Latar belakang suku bangsa ayah maupun ibu dari responden juga mempengaruhi dalam bertata krama. Berdasarkan tabel bahwa sebagian besar perkawinan orang tua responden terjadi antara suku bangsa Jawa dengan Jawa dan beberapa berasal dari suku bangsa bukan Jawa.

BAB IV TATA KRAMA SUKU BANGSA JAWA
A. Gambaran Umum Tata Krama Suku Bangsa Jawa
Tata krama berasal dari bahasa Jawa yang biasa diartikan dengan adat sopan santun atau dalam bahasa Jawa disebut dengan unggah-unggah adat istiadat yang berkaitan dengan interaksi sosial antar sesama manusia baik di dalam keluarga ataupun di lingkungan masyarakat (Darsono,1995:10). Adanya pengelompokkan tatanan dalam berinteraksi tersebut mengharuskan manusia Jawa untuk berperilaku atau berbicara sebagaimana seharusnya yang diwujudkan ketika berinteraksi dengan seorang. Dalam berinteraksi dengan sesamanya tersebut orang Jawa harus melihat posisi, peran serta kedudukan dirinya dan juga posisi yang diajak berinteraksi. Tata krama suku bangsa Jawa tidak hanya tampak pada tatanan bahasa yang digunakan, tetapi juga pada gerakan tubuh atau badan. Tata krama Jawa ditanamkan sejak kecil oleh orang tua.

B. Tata Krama Di Lingkungan Keluarga
Keluarga Jawa, menurut Magis Suseno (1983) merupakan tempat yang paling aman, dan sebagai sumber perlindungan penting bagi seseorang anak. Di dalam budaya Jawa, tata krama antar manusia dengan sesamanya dibedakan antara yang muda dengan yang lebih tua, antara bawahan dengan atasan dan sebagainya. Secara umum dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden sangat menganggap penting tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
Alasan yang juga cukup penting mengenai tata krama adalah bahwa dengan bertata krama dapat mencerminkan kepribadian seseorang. Penanaman nilai-nilai tata krama dilakukan melalui contoh-contoh, nasehat-nasehat, serta berbagai larangan yang berlaku dalam keluarga.
Hal ini sangat waajar karena salah satu kewajiban orang tua kepada anak-anaknya antara lain mendidik anak, mempersiapkan, membina, mengasuh, serta membimbing hingga menjadi manusia dewasa yang mengerti tata krama. Salah satu bentuk tata krama yang sangat menonjol pada keluarga Jawa adalah bagaimana tata krama daalam percakapan sehari-hari, dan bahasa yang digunakan. Di samping itu pula karena sebagian besar responden (74 %) tinggal di wilayah Kabupaten Sleman yang dapat dikatakan sebagai daerah “pedesaan”.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa anak yang tidak menurut orang tua dianggap sebagai anak yang tidak menghormati orang tua. Penuturan Ida misalnya memberikan gambaran kepatuhannya kepada orang tuanya:
“Sejak kecil Saya dibiasakan oleh orangtua untuk membantu bekerja seperti sekarang ini meskipun Saya sekolah ya pulang sekolah harus membantu orangtua. Kadangkala pulang sekolah sudah lelah tetapi kalau disuruh menjemput ibu ke pasar ya dengan terpaksa tetap Saya lakukan.”

Tata Krama Meninggalkan Rumah
Dari 90 responden dalam penelitian ini 85% diantaranya selalu “berpamitan” bila akan meninggalkan rumah. Cara berpamitan yang biasa dilakukan oleh responden antar lain yaitu dengan ucapan “pak/bu ... berangkat ...” sebesar 38,8%, berpamitan dengan cara menjabat tangan sambil mencium tangan sebesar 25,5%; selanjutnya berpamitan dengan berjabat tangan saja sebesar 16,6 % dan berjabat tangan disertai ucapan sebesar 4,4%. Selain beberapa cara yang dilakukan oleh responden pada saat berpamitan ternyata responden (4 orang) yang tidak pernah berpamitan karena mereka tinggal di asrama atau kost dengan alasan tidak ada yang akan dipamiti.

Tata Krama Berbicara
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (52,2 %) dalam berkomunikasi dengan orangtua menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, hal ini juga sangat terkait dengan latar belakang suku bangsa orangtua responden yag sebagian besar (90&) suku bangsa Jawa. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa bahasa Jawa tetap mendominasi sebagai alat komunikasi sehari-hari di rumah. Hasil penelitian Sumarsih (2000) menemukan adanya kecenderungan penggunaan Bahasa Jawa di kalangan generasi muda semakin meluntur. Selebihnya pula sebagian responden berkomunikasi dengan keluarga menggunakan bahasa campuran, yaitu Bahasa Jawa dan Bahasa Indonesia sebesar 28,9 %.



Tata Krama Duduk
Tabel IV.9 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (64,4%) mengetahui cara duduk yang sopan adalah posisi kaki selalu di bawah dan harus rapat. Dengan kata lain dalam kultur Jawa posisi duduk yaang sopan adalah “tidak jegang”. Di dalam tabel juga memperlihatan bahwa sebanyak 11,2% responden yang tidak mengetahui bagaimana tata cara duduk yang baik. Tata cara duduk yang lama juga menunjukkan sikap yang baik adalah duduk dengan posisi sopan dan tahu diri. Responden yang memilih jawaban ini adalah sebanyak 20,00%. Tata cara duduk yag berlaku dalam keluarga apabila dibaca dalam tabel IV. 9 ternyata responden mempunyai pengetahuan yang sopan tentang bagaimana seharusnya duduk yang sopan.
Berkaitan dengan tata cara duduk yang juga perlu diperhatikan adalah bagaimana tata cara berdiri ketika menghadap orangtua. Dalam sebuah keluarga biasanya mempunyai aturan sopan santun bagaimana posisi seseorang anak ketika akan menghadap orangtua. Tabel IV. 10 memperlihatkan bahwa posisi berdiri yang sopan menurut responden adalah  berdiri tegak dengan badan sedikit agak membungkuk. Posisi berdiri yang menunjukkan sikap sopan adalah dengan cara berdiri tegak dengan “ngapurancang”. Responden yang menulis jawaban ini masing-masing sebesar 20,0%. Tata cara berdiri yang dianggap sopan lainnya adalah dengan posisi berdiri sopan asalkan tidak membelakangi orang tua yakni sebanyak 18,00%.

Tata Krama Berpakaian
Tabel IV. 11 menunjukkan bahwa cara berpakaian yang sopan menurut responden adalah menutup aurat dan sopan yaitu sebanyak 63,34%. Cara berpakaian yang diaanggap sopan adalah asalkan sopan, bersih, serta sesuai dengan situasi dan kondisi (26,66%). Responden yang menyebutkan berpakaian yang sopan itu harus menutup aurat (63,34%), sangat dipengaruhi oleh salah satu agama terutama Islam. Hal yang menarik adalah adanya jawaban yang dilontarkan responden bahwa cara berpakaian yang sopan adalah tidak ketat dan merangsang.

Tata Krama Bertegur Sapa
Tabel IV. 12 menunjukkan bahwa di antara anggota keluarga khususnya dengan saudara sekandung saling berinteraksi dilakukan secara santai. Antara lain dengan jalan mengucapkan salam sambil berkabar (23,34%), dengan menyebut nama sambil berkabar (14,44%), bertegur sapa secara santai (30,00%), dengan menyebut nama (21,12%). Responden yang tidak mengetahui bagaimana bertegur sapa dengan saudara sekandung cukup besar yaitu 11,20%.
Tabel IV. 13 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (45,52%) mempunyai pengetahuan cara menyapa orangtua terhadap kerabat yang lebih tua dengan menyebut alur kerabatnya.
Tabel IV. 14 ternyata tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Sapaan dengan nama saja dilakukan oleh responden walaupun persentasenya kecil (14,44%). Menyapa dengan menggunakan nama saja di kalangan kerabat sebaya cenderung corak hubungannya lebih bersifat santai dan akrab.
Tabel IV. 15 menjelaskan bahwa istilah penyapaan dilakukan oleh orang tua terhadap kerabat yang sebaya tidak berbeda dengan istilah sapaan orang muda terhadap kerabat sebaya yaitu menyebut sesuai alur kerabat. Responden yang memilih jawaban ini sebesar 66,67%.

Tata Cara Bersalaman
Hasil menunjukkan cara bersalaman yang bervariasi yaitu yang muda mengajak salaman terlebih dahulu, ada yang sambil mencium tangan, ada yang sambil berkabar, ada yang sambil menepu-nepuk bahu dan sebagainya. Tabel IV. 16 menunjukkan bahwa sikap yang ditampilakn oleh responden, dalam hal ini sebagai generasi muda secara umum masih menunjukkan sikapnya yang sopan, karena yang muda mengajak salaman terlebih dahulu.
Tabel IV. 17 menunjukkan bahwa cara bersalaman yang dilakukan orang tua kepada yang muda adalah memberi salam sambil menanyakan bagaimana kabarnya.

Tata Cara Mengemukakan Pendapat
Di dalam budaya Jawa dalam hal mengemukakan pendapat harus mengetaahui aturan-aturan tertentu. Tabel IV. 18 memperlihatkan bahwa tata cara mengeluarkan pendapat dalam keluarga menurut responden adalah terbuka, menghargai, tidak emosi, dan tidaak menyinggung perasaan. Di sini jelas terlihat bahwa generasi muda mempunyai sikap toleransi dan menghormati lawan bicara. Persentase yang menjawab ini sebesar 45,56%. Akan tetapi tidak sedikit pula (16,66%) responden yang memilih langsung mengemukakan pendapat.

Tata Cara Makan dan Minum
Tabel IV. 19 memperlihatkan bahwa responden mempunyai kriteria tentang bagaimana tata cara makan minum yang baik dan sopaan. Sebagian responden (32,22%) mengatakan bahwa tata cara makan minum yang sopan adalah pada saat makan-minum tidak boleh berkecap, tidaak boleh mengobrol serta posisinya harus sopan.

C. Tata Krama Lingkungan Di Sekolah
Sekolah sebagai wawasan Wiyata Mandala akan meneruskan dan mengembangkan jiwa dan kepribadian anak yang telah diperoleh di keluarga dengan baik (Poernomo, 1986:16). Di tempat inilah kemudian terjadi proses interaksi antara sesama siswa, siswa dengan guru, antara sesama guru, dan dari sini pula siswa belajar memahami dan menghormati budaya orang lain (Sumintarsih, dkk.2000). Dengan adanya pengarahan yang diberikan oleh guru BK kepada siswa, diharapkan mampu bersikap sesuai aturan yang berlaku di sekolah. Adapun tata krama sekolah yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh siswa antara lain:

Tata Krama Memberi Salam Kepada Guru
Penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengetahui tata cara memberi salam kepada guru. Pemberian salam kepada guru yang dilakukan oleh siswa ada beberapa cara baik melalui ucapan ataupun dengan gerak tubuh. Dari berbagai cara tersebut sebagian besar responden (52,22%) melakukannya dengan ucapan selamat pagi, atau siang tergantung waktunya. Selanjutnya, bentuk penghormatan kepada guru untuk memberi salam adalah dengan cara membungkukkan badan (11,24%) serta dengan cara menganggukkan kepala (20,00%). Cara memberi salam yang dilakukan oleh siswa antara lain juga melalui ucapan salam “Assalammualaikum” sebanyak 6,64%. Memberi salam dengan menganggukkan kepala sekaligus dengan ucapan yaitu 10,00%.

Tata Tertib Berpakaian
Tabel penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (77,7%) responden berpakaian sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh sekolah. Beberapa  responden (13,34%) yang menjawab bahwa tata cara berpakaian yang sopan khususnya bagi siswa putri adalah menutup aurat serta rok harus panjang hingga di bawah lutut. Tingginya persentase responden untuk yang berpakaian sesuai aturan, tidak lain karena adanya sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya. Dari keenam sekolah daalam penelitian ini, seluruhnya memperlakukan adanya sanksi bagi siswa yang melaanggar ketentuan berpakaian seragam.

Tata Krama Ketika Guru Sedang Mengajar
Tabel penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar ressponden mengetahui bagaimana perilaku yang harus ditampilkan pada saat guru mengajar. Sebanyak 52,22% memberikan jawaban bahwa pada saat guru mengajar siswa harus benar-benar memperhatikan pelajaran yang diberikan. Pada saat guru sedang mengajar responden diharuskan selalu mendengarkan dan tidak boleh mengobrol. Responden yang memberikan jawaban ini 32,22%. Hal yang tidak kalah penting lainnya adalah pada saat guru mengajar siswa harus memperhatikan pelajaran yang diberikan, dan jika tidak mengerti boleh ditanya pada guru. Responden yang memilih jawaban ini sebesar 15,56%.

Tata Krama Menghadap Guru
Dari ketiga jawaban yang dikemukakan responden, menunjukkan bahwa tidak semua responden memahami bagaimana tata krama yang benar ketika akan menghadapi seorang guru. Dari 85 responden yang memberikan jawaban maka sebesar 51,76% responden masih bersikap sopan, masih menghormati gurunya. Tindakan dengan memadukan gerakan dan ucapan dalam budaya Jawa sudah menunjukkan sikap yang sopan.

Tata Krama Menyetel Radio, TV, VCD, dll.
Tabel penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (40,0%) menghendaki atau mengetahui tata krama yang baik pada waktu menyetel peralatan eletronik, yaitu tidak boleh keras-keras yang akhirnya akan mengganggu tetangganya. Salah satu jawaban responden yang cukup menarik adalah salah satu tata krama menyetel peralatan elektronik terutama VCD adalah tidak boleh menyetel VCD porno.

Norma Memarkir Kendaraan
Tabel menjelaskan bahwa sebagian responden mengatakan norma memarkir kendaraan yang benar adalah diparkir pada tempatnya (56,6%). Dari tabel juga memperlihatkan bahwa memarkir kendaraan ada norma-norma yag harus dipatuhi.

Tabel memperlihatkan bahwa dari jumlah jawaban responden tampak bahwa yang paling banyak diinginkan oleh si pemakai jalan adalah sebaiknya mematuhi aturan atau tata tertib lalu lintas (48,82%). Tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh responden (20,00%) bahwa ada aturan pengendara kendaraan di jalan raya supaya tidak menjalankan kendaraannya dengan kecepatan tinggi, dan berjalan sesuai aturan yang berlaku di Indonesia, yaitu berjalan di sebelah kiri. Pengendaara di jalan raya harus mau menghormati pemakai jalan lainnya. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden yang mencapai 13,34%. Sementara itu responden yang menghendaki bila naik kendaraan (pengendara) tidak bersenda gurau di jalan mencapai 11,20%.

Sopan Santun Saat Membeli Tiket
Dari jawaban responden sebagian besar (94,44%) menghendaki orang yang membeli tiket harus dengan cara antri. Sebagian kecil daari responden melihat lain, yaitu dalam antrian lebih mendahulukan orang yang sudah tua (4,44%).

Tata Krama Berjalan Bersama Teman
Tabel memperlihatkan dari sejumlah jawaban responden (88,88%) berjalan bersama diperbolehkan asal tidak mengganggu. Sementara itu ada sebagian kecil responden (7,77%) yang mengatakan bahwa berjalan bersama maksimal berpasangan dua orang. Sementara itu ada pula responden (3,35%) yang mengatakan bahwa berjalan itu terserah si pemakai jalan itu sendiri, jawaban tersebut rupanya mereka mempunyai sikap acuh tak acuh.

Tata Krama Bertamu
Tabel menunjukkan bahwa tata krama bertamu yang benar menurut responden adalah mengetuk pintu, memberi salam, dan mengutarakan maksud kehendaknya. Sementara itu, sebanyak  27,78% responden mengatakan bahwa bertamu yang sopan adalah bertamu sesuai waktunya. Kemudiaan mereka yang mengatakan saat bertamu harus menghormati pemilik rumah jumlahnya tidak sedikit yaitu 24,24%.

Sopan-Santun Pergaulan Muda-Mudi
Tabel memperlihatkan bahwa sebagian besar responden (37,78%) berpedoman dalam pergaulan muda-mudi harus ada batas-batasnya. Harus ada pembatasnya antara pergaulan muda-mudi itu antara lain harus berpegang pada norma baik norma sosial ataupun norma adat setempat, yang menjawab ini sebanyak 26,66%. Pergaulan antar muda-mudi dapat berjalan harmonis tanpa adanya hal-hal yang tidak diinginkan apabila di antara keduanya saling menghormati (21,12%). Pergaulan antar muda-mudi harus berpedoman pada norma agama (14,44%).

Norma Menghadiri Undangan Rapat/Pertemuan
Tabel memperlihatkan sebagian besar responden (88,88%) sangat menginginkan untuk setiap menghadiri rapat atau pertemuan selalu tepat waktu. Untuk jawaban yang lain seperti datang terlambat karena menunggu peserta yang lain, persentasenya kecil (6,64%). Begitu pula dengan jawaban datang terlambat (2,22%) yang merupakan suatu tindakan kurang baik yang disengaja.

BAB V AKTUALISASI TATA KRAMA DALAM KEHIDUPAN GENERASI MUDA
Banyak ahli mengatakan bahwa masa remaja adalah masa-masa yang gawat dimana mereka masih mencari identitas dirinya. Di sini peranan keluarga serta lingkungan masyarakat juga harus mendukung pembentukan kepribadian remaja. Bila ditelusuri dalam kehidupan remaja pada dasarnya mereka mempunyai norma, aturan, ataupun sopan santun yang dijadikan pedoman dalam berinteraksi dengan sesama kaum remaja . Oleh karena itu, aktualisasi tata krama, etika ataupun norma yang dtampilkan remaja sering berlainann dan berlawanan dengan kaum generasi tua. Dalam bab ini akan dibahas bagaimana meeka memandang dirinya maupun  kelompok dalam bertata krama baik di keluarga, sekolah serta masyarakat.

A. Menurut Pendapat Generasi Muda
Keluarga
Dapat dikatakan bahwa keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam pembentukan jati diri maupun kepribadian seorang remaja. Dari data yang diperoleh, hasil yang seimbang antar responden yang di dalam keluarganya benar-benar masih kuat aturan tata kramanya dengan mereka yang sudah agak longgar dan sebagian besar responden berasal dari latar belakang keluarga Jawa tentu saja etika atau sopan santun berdasarkan kultur Jawa. Berdasarkan data, tata krama yang dimiliki generasi muda masih dalam batas pengetahuan saja yang artinya generasi muda sadar bahwa tata krama Jawa masih relevan dan masih diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun aktualisasinya  belum sepenuhnya ditampilkan oleh generasi muda begitu juga di dalam lingkungan keluarga. Pernyataan responden di atas dalam memandang aktualisasi tata krama generasinya sekarang ini ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan budaya Jawa yang ada. Menurut Geertz tingkah laku generasi muda yang seperti itu diangap mencerminkan ketidakdewasaan dimana mereka belum dapat menempatkan dirinya seutuhnya .

Sekolah
Pendapat generasi muda dalam memandang generasinya dalam bertata krama di sekolah masih tergolong sopan. Berdasarkan hasil wawancara, presentase kesopanan responden di sekolah yang paling tinggi dalam hal berpakaian seragam. Hal itu bisa terjadi karena di sekolah terdapat sanksi-sanksi bagi siswa yang melangggarnya. Setelah itu kesopanan tertinggi selanjutnya adalah dalam memberi salam kepada guru. Pada prinsipnya responden masih mau menghormati dan menghargai guru walau terkadang hanya dengan sebuah ucapan selamat pagi maupun hanya sekedar anggukkan kepala. Begitu pula dengan tingkat kesopanan pada saat guru mengajar di kelas, responden masih mentaati tata tertib di kelas.

Masyarakat
Menurut data, perilaku generasi muda di masyarakat masih tergolong sopan. Hal ini dapat dilihat dalam pergaulannya di jalan raya dan tempat-tempat umum.  Namun masih ada juga generasi muda yang kurang beretika di dalam masyarakat. Dapat dilihat dari cara berpakaiannya yang kurang sopan, pergaulannya yang misalnya saja masih saling ejek,  dan pukul. Aktualisasi tata krama generasi muda juga menyangkut bagaimana penampilan mereka. Akhir-akhir ini banyak anak-anak berpenampilan aneh dengan mengubah warna rambutnya. Pendapat responden bila melihat para remaja mewarnai rambutnya adalah tidak senang dikarenakan bukan merupakan budaya kita.

Menurut Pendapat Tokoh Masyarakat
Dari pengamatan dan wawancara beberapa tokoh masyarakat atau orang yang dituakan,  pada umumnya tata krama generasi muda sekarang ini cenderung merosot. Perilaku generasi muda yang tidak lagi mengindahkan aturan tata krama yang baik di lingkungan keluarga, sekolah ataupun di masyarakat. Aktualisasi tata krama generasi muda dalam menghormati orang tua misalnya dalam bertutur kata mulai mengendor. Menurut informan, generasi sekarang tidak lagi menggunakan bahasa Jawa Kromo melainkan bahasa Jawa Ngoko yang kadang juga dipadukan dengan bahasa Indonesia. Tata krama menyapa di kalangan generasi muda mulai mengendor dimana tegur sapa yang dilakukan responden kepada orangtua sudah mulai jarang. Tata krama bersalaman sudah jarang diakibatkan khususnya di dalam Islam, laki-laki dan perempuan tidak diperkenankan bersalaman kalau bukan muhrimnya. Tata krama makan dan minum juga cukup memprihatinkan dimana responden bersenda gurau di saat makan dan mungkin sambil berjalan-jalan. Dalam kultur Jawa hal ini sangat tidak diperbolehkan. Menurut responden bahwa tingkat kesopanan para remaja di jalan raya masih dalam batas yang wajar, sedangkan untuk hal yang tidak wajarnya seperti ngebut, tidak membawa surat-surat dalam berkendara, dan tidak menghormati sesama pengendara.
Tata krama para remaja di tempat-tempat umum juga menjadi sorotan dimana tingkah laku mereka masih dalam tingkat yang wajar. Hanya masih beberapa yang masih menunjukkan sikap yang kurang sopan seperti mencoret-coret, berpacaran tanpa memperdulikan sekitar, dan membuang sampah sembarangan. Dan menurut informan, hal yang cukup memprihatinkan ialah mengenai tata cara berpakaian para generasi muda. Dimana masih banyak anak muda yang menggunakan pakaian yang seronok seperti mengenakan pakaian yang menunjukkan bagian tubuh yang seharusnya tidak harus diperlihatkan khususnya para remaja putri.  Di dalam acara resmi, remaja juga cenderung menggunakan Tshirt yang bermerek yang terkadang tidak sesuai dengan acara yang dihadiri. Dengan adanya pengamatan yang dilakukan para informan tata krama yang seperti itu sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal pada usia muda generasi muda berada pada masa peralihan sehingga kecenderungan meniru pada lingkungannya sangat tinggi. Secara eksternal banyak pengaruh asing membuat generasi muda dengan leluasa menentukan pilihannya.


BAB VI KESIMPULAN
Tata krama atau adat sopan santun atau disebut etiket ternyata telah menjadi persyaratan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi tuntutan dimanapun dan dalam kurun waktu kapanpun. Di dalam diri manusia tata krama diperoleh melalui sosialisasi melalui orangtua, sekolah maupun masyarakat. Ada dua segi dalam kerukunan, yaitu pertama tidak mengganggu keselarasan dan kedua unsur kerukunan  yang mengandung arti sebagai penjagaan keselarasan dalam pergaulan. Dari hasil penelitian ini menyebutkan bahwa hampir 90% responden mengatakan bahwa tata krama masih sangat penting bagi kehidupan sekarang dan seterusnya dan tata krama sangat diperlukan sebagai pedoman, tuntunan, dan dasar berpijak dalam berperilaku. Di dalam kehidupan keluarga dapat dikatakan hampir sebagian besar orangtua (70%) sangat menganjurkan putra-putranya untuk bertata krama.
Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa sebagian besar responden (90%) mempunyai pengetahuan yang baik mengenai tata krama. Artinya, dari jawaba-jawaban yang diberikan oleh responden sangat positif dan mereka sangat mendukung berlakunya tata krama. Dilihat dari kondisi tersebut, juga dapat disimpulkan bahwa tata krama budaya Jawa telah mengalami pergeseran. Dalam hal mengemukakan pendapat dalam keluarga sekarang ini telah mengalami perubahan. Mereka lebih bersikap terbuka, tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak dengan emosi, dan tetap menghargai orang lain. Begitu pula dengan tata krama bersalaman yang dilakukan oleh responden sudah menunjukkan etika yang baik. Hal ini terbukti bahwa (63,34%) responden mengajak salaman terlebih dahulu kepada kerabat yang lebih tua. Dalam memberi salam kepada guru misalnya, sebagian besar responden (52,22%) masih melakukannya yaitu dengan ucapan selamat pagi, siang dan lain-lain sesuai waktunya. Sedangkan tata cara berpakaian yang dikenakan oleh siswa di lingkungan sekolah dapat dikatakan masih sopan. Sebagian besar responden (63,34%) berpakaian sesuai dengan aturan sekolah yang berlaku. Selain itu, pada saat guru sedang mengajar sebagian besar responden (52,2%) sangat paham betul bagaimana tata krama yang harus diwujudkan.
Tata krama responden di lingkungan masyaarakat ternyata juga diresponden cukup positif oleh responden. Sebagian besar responden (90%) mengetahui etika yang seharusnya diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari semua jawaban yang diberikan oleh responden dapat disimpulkan bahwa responden mempunyai pengetahuan yang baik dan benar mengenaai tata krama di lingkungan masyarakat. Di sini dalam meminimalkan atau mengurangi perilaku generasi muda tersebut perlu penanganan yang berbeda tergantung kepada lingkungannya. Di lingkungan keluarga, orangtua hendaknya lebih menanamkan norma-norma tata krama kepada putra-putrinya lebih intens lagi. Di lingkungan sekolah, peranan guru Bimbingan Penyuluhan (BP) atau guru Bimbingan Konseling (BK) sangat besar artinya bagi pelaksanaan tata krama di sekolah. untuk lingkungan masyarakat, hendaknya perilaku yang “menyimpang” atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma di masyarakat dapat dijadikan sebagai kontrol sosial.

BAB III
KEUNGGULAN BUKU

3.1 Keterkaitan Antar Bab
Antar bab saling terkait dimana pada bab pertama dijelaskan apa yang menjadi permasalahan dan ruang lingkup penelitian. Pada bab kedua dijelaskan gambaran umum dari Kabupaten Sleman baik dari segi lokasinya yang dekat dengan kota, keadaan penduduk yang umumnya bekerja di sektor pertanian, dan sistem kekerabatan yang menggunakan tradisi kraton. Bab selanjutnya menjelaskan tentang latar belakang sosial budaya responden  yang meliputi identitas dari responden itu sendiri serta identitas orangtuanya. Setelah didapatkan penjelasan mengenai gambaran Kabupaten Sleman dan yang menjadi responden itu sendiri, barulah dihubungkan dengan tata krama yang ada di suku bangsa Jawa baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Lalu diterkaitkan dengan aktualisasinya dalam kehidupan generasi muda.

3.2 Kemutakhiran Buku
Buku ini masih dapat dikatakan mutakhir karena membahas tentang tata krama suku bangsa Jawa di Kabupaten Sleman dimana tata krama itu harus tetap diwariskan mengingat itu adalah suatu kebudayaan. Dan, dapat menambah pengetahuan mengenai keberagaman suku di Indonesia terkhusus di Yogyakarta.




BAB IV
KELEMAHAN BUKU

4.1. Keterkaitan Antar Bab
Pada bab empat dan bab lima, hal yang dijelaskan sama. Dimana pada bab empat yang seharusnya khusus membahas tentang tata krama di suku bangsa Jawa tetapi ikut menjelaskan tentang aktualisasi tata krama di kehidupan generasi muda di zaman tersebut. Di bab lima dijelaskan kembali tentang pengaktualisasian tata krama di kehidupan generasi muda tersebut. Dan, buku ini kurang baik dalam hal penulisan karena tidak sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD).

4.2. Kemuktahiran Buku
Buku ini bisa dikatakan kurang mutakhir untuk masa sekarang mengingat tahun penelitiannya sudah 14 tahun yang lalu dimana media teknologi belum terlalu berkembang seperti sekarang. Sehingga, jika dalam buku dapat disimpulkan bahwa perilaku generasi muda di zaman tersebut masih dibatas kewajaran, untuk zaman sekarang belum dapat disimpulkan dimana kita tahu bahwa media teknologi sekarang sudah sangat maju dan sudah menjangkau hingga ke daerah-daerah. Sedangkan kita tahu bahwa Kabupaten Sleman ialah kabupaten yang sangat dekat dengan kota DIY yang pastinya sudah maju media teknologinya.

BAB V
IMPLIKASI

5.1. Teori atau Konsep
Jika generasi muda suku bangsa Jawa sudah mulai luntur tata kramanya baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat maka hal itu bertentangan dengan teori tata krama bangsa Jawa itu sendiri. Dimana sesuai teori, tata krama bangsa Jawa tidak terlepas dengan sifat-sifat halus kasarnya. Dan, pada dasarnya dalam berperilaku maupun berinteraksi manusia Jawa mempunyai tata nilai yang dijadikan pedoman yang berupa tata krama. Dimana tata krama atau sopan  santun tersebut sesuai dengan adat istiadat maupun hukum yang berlaku. Dalam budaya Jawa juga mengajarkan etika Jawa yang meliputi unggah-ungguh, suba sita, baja krama yang semuanya mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama serta manusia dengan alam sekitar.

5.2. Program Pembangunan di Indonesia
Dalam buku ini menjelaskan tentang tata krama di kehidupan generasi muda di Kabupaten Sleman yang sudah mulai luntur. Disini Pemerintah harus mulai memprogramkan pembangunan tata krama yang baik sesuai adat istiadat setempat di tengah-tengah masyarakat khususnya bagi generasi muda. Mengingat sudah mulai lunturnya tata krama tersebut akibat kemajuan teknologi yang pesat serta diikuti dengan masuknya kebudayaan asing. Sehingga banyak ditemukan generasi muda yang lebih mudah menyerap kebudayaan dari luar. Pemerintah dapat memulai dari segi pengenalan kebudayaan terlebih dulu, kemudian masuk ke tata krama yang dimiliki budaya tersebut. Hal ini guna membangun dalam mewujudkan generasi bangsa yang berkarakter baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat.

5.3. Analisis Mahasiswa
Sebagai generasi muda melihat ini, Saya prihatin dikarenakan tata krama dari suku budaya mestinya harus tetap terpelihara. Tapi dirasa sangat sulit juga dirasa untuk itu karena semakin majunya teknologi dan masuknya budaya asing. Serta peran keluarga yang kurang menjelaskan pentingnya tata krama tersebut, sekolah yang kurang memberikan pengajaran tentang tata krama dan pengaplikasiannya, dan lingkungan masyarakat yang kurang mendukung.
Hal ini dapat diantisipasi dengan memberikan pengenalan terlebih dahulu oleh keluarga tentang tata krama tersebut serta orangtua juga harus menerapkannya sejak dini di keluarga, misalnya saja anak diajarkan untuk bersalaman kepada orangtua sebelum berangkat ke sekolah. Sekolah harus memberikan pengajaran tentang kebudayaan dan tata krama yang baik serta diberikannya sanksi-sanksi yang tegas diikuti dengan contoh yang diberikan oleh guru agar anak dapat mengikuti teladannya, misalnya dalam hal berpakaian rapi di sekolah. Dan, di lingkungan masyarakat sendiri harus mulai menjaga perilaku baik demi kepentingan bersama, misalnya saja tidak kebut-kebutan di jalan dan mematuhi peraturan lalu lintas agar macet dapat diatasi. Generasi muda cenderung melihat orang yang disekitarnya terkhususnya orangtuanya dalam berperilaku. Jika baik yang dilihatnya maka cenderung yang baik pula diperbuat dan sebaliknya.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
•  Antar bab dalam buku saling terkait
•  Tata krama generasi muda di Kabupaten Sleman masih dalam batas wajar, dimana mereka masih berperilaku sesuai tata krama di suku bangsa Jawa.
• Buku ini kurang mutakhir dari segi penelitian terhadap pengaktualisasian tata krama generasi muda pada zaman tersebut ke zaman sekarang disebabka kemajuan teknologi.
• Tata krama suku bangsa Jawa sangat bagus bila diterapkan dan menambah pengetahuan tentang budaya

 6.2.Saran "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Mencari tahu lebih banyak lagi tata krama yang ada di daerah lainnya, dan bagaimana penerapannya dilakukan oleh generasi muda sekarang yang sudah mulai terpengaruh oleh kemajuan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA "Contoh Critical Book Report Yang Baik"
Ariani, Christriyati, dkk. 2002. Tata Krama Suku Bangsa Jawa Di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata


Tim Dosen ISBD Unimed. 2015. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Medan: Unimed Press

Posting Komentar

0 Komentar