CONTOH MINI RISET AGAMA ISLAM - PENGARUH PENGAJIAN TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER


CONTOH MINI RISET AGAMA ISLAM





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Mini Riset
Kelompok sosial merupakan representasi dari individu, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki naluri untuk hidup bersama dengan manusia lain dan memiliki hasrat menjadi satu dengan lingkungan alamnya. Jika kita melihat sejarah islam di abad klasik maupun di abad pertengahan kelompok keagamaan memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarluaskan falsafah islam maupun membangun peradaban. Melalui diskusi-diskusi atau pengajaran mereka  menghasilkan berbagai intelektual muslim, membangun ilmu pengetahuan dan peradaban islam.
Di era modern ini kelompok keagamaan bukan hanya sekedar membahas masalah keagaman, tetapi juga membahas ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Hal itu dibuktikan dengan sejarah Indonesia yang digerakkan atas nama kelompok agama yang merupakan bentukan dari diskusi-diskusi ataupun pengajian keagamaan yang diselenggarakan oleh kelompok tersebut. Selain itu juga terdapat segi negatif dari munculnya kelompok-kelompok pengajian keagamaan tersebut yaitu radikalisasi keagamaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok islam garis keras.
Pengajian menempati posisi sentral dalam berjalannya suatu kelompok sosial, karena pengajian merupakan salah satu proses pentransferan amupun sosialisasi nilai atau norma-norma kelompok terhadap para anggota baru, agar nantinya dapat diinternalisasikan dan diimplementasikan oleh anggota baru tersebut yang nantinya dijadikan standar  pedoman dan perilaku. Pengajian dapat meningkatkan solidaritas maupun jiwa kepedulian anggota karena berbagai persamaan baik itu ideologi, cita-cita,  maupun musuh bersama.
Namun dewasa ini fungsi pengajian tidak hanya sebatas itu, tetapi terdapat juga fungsi laten lainnya, seperti fungsi ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Pengajian tidak lagi mutlak sebagai tempat penyaluran atau bentuk tindakan rasionalitas nilai dari anggotanya. Hal inilah yang nantinya akan dibahas dalam Mini Riset ini, yaitu bagaimana proses berlangsungnya kajian keagamaan dan pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian dan integrasi sosial, dan juga fungsi laten dari pengajian tersebut

B.     Idenitifikasi Maslah Mini Riset
1.  Kurangnya pengaruh pengajian terhadap pembentukan karakter kepribadian seseorang dan integrasi sosial dalam sisi negatif.
2.      Kurangnya keterlibatan secara aktif dalam kegiatan pengajian.

C.    Rumusan Masalah Mini Riset
1.        Bagaimanakah proses berlangsungnya penanaman nilai-nilai islam dalam kelompok tersebut?
2.        Bagaimanakah interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial keagamaan tersebut?
3.        Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan apakah faktor-faktor pemersatu itu?
4.        Bagaimanakah pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan karakter anggota?
5.        Apa motivasi anggota pengajian bergabung dengan kelompok sosial keagamaan tersebut?

D.    Tujuan Mini Riset
1.        Untuk mengetahui bagaimana proses penanaman nilai-nilai Islam dalam kelompok.
2.        Untuk mengetahui bagaimana interaksi yang terjadi didalam kelompok sosial keagamaan tersebut.
3.        Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengajian tersebut terhadap integrasi dan apakah faktor-faktor pemersatu tersebut.
4.        Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengajian tersebut terhadap pembentukan karakter.
5.        Untuk mengetahui bagaimana motivasi anggota pengajian bergabung dengan kelompok sosial keagamaan tersebut.

E.     Manfaat Mini Riset
1.      Mini Riset ini secara teoritis dapat digunakan sebagai bahan pembelajan mahasiswa untuk lebih mengetahui bagaimana kelompok keagaman menjalankan aktivitasnya, baik proses interaksi, sosialisasi, maupun integrasinya dilihat dari berbagai perspektif teori.
2.       Mini Riset ini juga dapat digunakan sebagai pengayaan sosiologi islam yang nantinya digunakan sebagai pembangunan konsep sosiologi islam.
3.       Secara praktisi dapat digunakan sebagai pengembangan dan pembangunan pengajian-pengajian islam dalam rangka meningkatkan kualitas umat islam secara umum. 

BAB II
KAJIAN TEORITIS
A.    Pengajian
1.      Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata “kaji” yang artinya meneliti atau mempelajari tentang ilmu-lmu agama Islam. Pengajian merupakan pengajaran agama Islam yang menanam norma-norma agama melalui media tertentu, sehingga terwujud suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera di dunia dan di akhirat dalam ridho Allah SWT.
Dengan demikian maka pengajian merupakan bagian dari dakwah Islamiyah yang menyeru kepada ma’ruh dan mencegah yang mungkar. Sehingga kedua sifat ini merupakan satu-satunya yang tidak dapat dipisahkan.
2.      Tujuan Pengajian
Pengajian merupakan salah satu unsur pokok dalam syiar dan pengembangan agama Islam. Pengajian ini juga sering disebut dengan dakwah Islamiyah, karena salah satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat pengajian. Dakwah Islamiyah diusahakan untuk terwujudnya ajaran agama dalam semua segi kehidupan.
H.A Solaiman menjelaskan bahwa tujuan pengajian terbagi menjadi 2 (dua) tujuan utama, yakni: tujuan kurikuler dan tujaun final. Tujuan kurikuler mengandung konsep teoritis umtuk mencapai target sasaran dakwah secara bertahap sampai batas final. Tujuan ini mengandung 2 (dua) sub tujuan yaitu:
a.       Menghidupkan fitrah hati manusia dari kemungkinan kelumpuhan dan kematiannya akibat polusi mental yang merayapi dan merusak dirinya, sehingga fitrah dan hati itu kembali memiliki daya tanggap yang benar dalam membedakan mana yang hak dan yang bathil, ma’ruf dan mungkar memiliki kembali daya tindak untuk hanya berbuat diatas yang hak, ma’ruf dan manfaat serta mempunyai daya kesanggupan untuk meninggalkan segala perbuatan yang bathil dan mungkar.
b.      Amal ma’ruf nahi mungkar
1)      Mengembangkan manusia yang sudah berada pada posisi ma’ruf supaya lebih meningkat nilai-nilai ma’rufnya dan menjaga serta melindunginya jangan sampai tergeser pada posisi yang mungkar.
2)      Membawa lingkup hidup manusia yang berada pada posisi mungkar pada posisi mungkar yang ma’ruf.
3)      Meyakinkan mereka yang ragu-ragu betapa yang ma’ruf itu dengan segala pengaruhnya yang konstruktif dan yang mungkar itu dengan segala pengaruhnya destruktif kemudian membawanya secermat mungkin kepada lingkup yang ma’ruf dan mengamankannya dari gangguan mungkar.

B.     Kepribadian
1.      Pengertian Kepribadian
Menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn kepribadian ialah, merepresentasikan keseluruhan profil atau kombinasi karakteristik serta menangkap keunikan secara alami seseorang. sebagai reaksi dari interaksi dengan orang lain. Pengertian ini berkaitan dengan penampilan fisik, kombinasi dari sifat manusia dan sifat natural atua alami yang berada pada masing-masing individu untuk berinteraksi dengan yang lain. Hal senada diutarakan oleh Kinichi and Kreitner bahwa kepribadian didefinisikan sebagai kombinasi antara fisik dan karakteristik mental secara seimbang yang menjadikan identitas bagi individu.. Selanjutny'a menurut Mc Shane and Von Glinow bahwa kepribadian mengacu pada pola perilaku teladan, relatif seimbang dankonsisten dengan keadaan internal yang menjelaskan kecenderungan tingkah laku seseorang. Intinya pengertian dari personality  kepribadian berkaitan dengan perilaku seseorang sebagai individu untuk berinteraksi dengan lingkungan (ekternal maupun internal).
2.      Dimensi kepribadian
Kepribadian (personality) juga berpengaruh terhadap tingkah Iaku seseorang. Kepribadian adalah kumpulan dari sejumlah karakteristik, sikap, dan nilai-nilai yang dianut seseorang yang membedakannya dari orang lain.
 Silverman, mengemukakan terbentuknya kepribadian seseorang dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Sedangkan Gibson mengemukakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1)      Bawaan
2)      Keluarga
3)      Kebudayaan, dan
4)       Kelas sosial serta keanegotaannya dengan kelompok yang Iain
Sedangkan menurut Schermerhorn, Hunt, dan Osbom menerangakan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu pertama Heredity (keturunan/bawaan) yang berkaitan dengan sosok fisik dan jenis kelamin, kedua Environment (lingkungan) berkaitan dengan faktor budaya (berkaitan dengan norma-norma yang ada dalam kehidupan keluarga, agama, dan kelompok maupun organisasi formal dan non formal), faktor sosial, dan faktor siruasi (menekankan pada aspek yang berbeda pada pribadi seseorang)
3.      Struktur Kepribadian Manusia
Menurur Mar'at dan Kartono mengutip pendapat Freud membedakan kepnbadian  manusia menjadi beberapa gambaran :
a.       Hal "Id" adalah hal ketidaksadaran. Freud beranjak bahwa manusia itu merupakan suatu mahkluk bertenaga. Jadi keseluruhan perilakunya ditentukan oleh tenaga-tenaganya yang menguasai ketidaksadaran ini adalah kekuatan-kekuatan kehidupan, insting-insting, dan hal-hal ,yang sangat disukai di dalam Id. Jadi di dalam ketidaksadaran, berkuasalah prinsip hedonistik atau prinsip mencari kesenangan dan menghindari ketidakenakan sakit (lusrprincipe). Semua diarahkan pada pemuasan yang sangat penuh gairah (lustfull). Pada usia lebih lanjut. individu belajar untuk tidak segera menjalankan pemuasan, namun menundanya atau segera mengabaikannya agar hidup selaras dengan prinsip realitas. Id berfungsi sebagai sumber energi dari kepribadian. Id dikendalikan oleh tingkat bawah sadar,  dan berorientasi pada prinsip memenuhi kesenangan individu yang bersangkutan'
b.      Hal "Ego" memiliki kesadaran dan mengamati, baik secara internal maupun eksternal. Disini terlokasi akal dan alam pemikiran. Ego hendak menyesuaikan diri dengan kenyataan, prinsip realitas Dalam banyak hal. ego perlu mengendalikan tenaga-tenaga. Kepribadian tidak selalu dapat hidup ke arah keinginan-keinginan, seperti yang dipresentasikan oleh kehidupan tenaga. Kaidah-kaidah hukum dan larangan-larangan ditegakkan yang kadangkadang bertentangan dengan tenaga-tenaga dari hal Id, Hal, elemen Ego tidak berfungsi berdasarkan prinsip hedonisme (lLtstprincipei), namun berdasarkan prinsip realitas.
c.       Hal “Super-ego” berdasarkan moralitas (conscience). Perwujudan keinginan yang dilakukan berdasarkan ego, ditimbang oleh superego berdasarkan norrna-norma atau aturan baik maupun buruknya.
4.      Sifat Kepribadian
Mc Shane and Von Glinow mengungkapkan sifat lain dari personality
(kepribadian) yaitu :
a.       Locus of conyol (sumber kendali) mengacu pada persepsi seseorang akan sumber dari nasibnya atau sampai sejauhmana orang yakin bahwa mereka menguasai nasib rnereka sendiri. Tipe sumber kendali ada dua: pertama internal yaitu individu-individu yakin bahrwa mereka mengendalikan apa yang terjadi pada diri mereka. Kedua eksternal yaitu individu-individu yang yakin bahwa apa yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti misalnya kemujuran dan peluang'
b.      Self-monitorig. Kepekaan prilaku dengan situasi arau lingkungan. Merujuk pada kemampuan seorang individu untuk menyesuaikan prilaku dengan faktor-faktor situasional luar. 

Sedangkan menurut Schermerhorn, Hunt, Osborn, sifat personality (kepribadian) terbagi menjadi :
a.       Locus of control berkaitan dengan sejauh mana seseorang dapat mengontrol nasibnya dengan melihat orientasi ekstenal dan internal.
b.      Authoritarianism/Dogmatism. Authoritarianism berkaitan dengan suatu pandangan yang mempercayai bahwa harus ada perbedaan status dan kekuasaan di antara orang-orang dalam suatu organisasi. Kepribadian dari orang-orang yang berpegangan pada pandangan ini akan cenderung kaku, sehingga akan kurang cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kepekaan terhadap perasaan orang lain atau pekerjaan yang mengharuskan menyesuaikan diri pada Iingkungan yang berubah-ubah. Dogmatism berkaitan dengan ancaman yang berasal dari luarmenghormati atas perintah yang absolute.
c.       Machiqvellianism berkaitan dengan sejauhmana seorang individu bersifat pragmatis, menjaga jarak emosional, dan meyakini bahwa rujuan dapat menghalalkan cara.
d.      Self monitoring berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan dengan situasi atau lingkungan.

C.    Integrasi Sosial
Sunyoto Usman menyebutkan integrasi adalah suatu proses ketika kelompok-kelompok sosial tertentu dalam masyarakat saling memelihara dan menjaga keseimbangan untuk mewujudkan kedekatan hubungan sosial, ekonomi dan politik. Dalam konteks tersebut integrasi bukanlah untuk menghilangkan diferensiasi, karena yang terpenting adalah kesadaran untuk memelihara dan menjaga keseimbangan untuk menciptakan hubungan sosial yang harmonis.
Sedangkan  Menurut Usman, integrasi merupakan bentuk kontradiktif dari konflik, namun meskipun demikian integrasi dan konflik bukanlah dua hal yang harus dipertentangkan. Karena integrasi bisa saja hidup bersebelahan dengan konflik, bahkan melalui konflik keseimbangan hubungan dapat ditata dan diciptakan kembali. Konsep yang ditawarkan tersebut mengisyaratkan bahwa integrasi tercipta melalui proses interaksi dan komunikasi yang intensif. Kelompok-kelompok sosial yang berintegrasi membangun sosial networks dalam suatu unit sosial yang relatif kohesif. Prasyarat integrasi yang ditawarkan oleh Usman, pertama, kesepakatan sebagian besar anggotanya terhadap nilai-nilai sosial tertentu yaitu bersifat fundamental. Kedua, saling ketergantungan di antara unit-unit sosial yang terhimpun di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Memang diakui bahwa akibat adanya perbedaan dalam pemilikan dan penguasaan sumber daya ekonomi dapat melibatkan terjadinya stratifikasi sosial berdasarkan kelas kaya, menengah, dan miskin.
Sementara itu Cooley membedakan integrasi atas dua kategori. Pertama, integrasi normatif, merupakan tradisi baku masyarakat untuk membentuk kehidupan bersama bagi mereka yang mengikatkan diri dalam kebersamaan itu. Kedua, integrasi komunikatif yaitu, komunikasi efektif hanya dapat dibangun bagi mereka yang memiliki sikap yang saling tergantung dan mau diajak kerjasama menuju tujuan yang dikehendaki. Ketiga, integrasi fungsional, hanya akan terwujud bila anggota sungguh menyadari fungsi dan perannya dalam kebersamaan itu. Lebih jauh Karsidi menggambarkan beberapa syarat bagi masyarakat heterogen untuk dapat mencapai integrasi. Dikatakan di sini bahwa integrasi hanya terjadi bila pertama, anggota masyarakat merasa tidak dirugikan bahkan keuntungan akan diperoleh lebih besar. Kedua, adanya penyesuaian paham tentang norma. Artinya tantangan dan bagaimana harus bertingkah laku untuk mencapai tujuan dalam masyarakat. Ketiga, norma yang berlaku harus konsisten, untuk membentuk suatu struktur yang jelas. Integrasi sosial terjadi harus melalui tiga tahapan. Pertama, akomodasi, merupakan upaya para pihak yang berbeda pendapat atau bertentangan untuk mencari pemecahan masalah atau upaya mempertemukan perbedaan atau pertentangan atau upaya menyelesaikan perbedaan melalui koordinasi. Kedua, Koordinasi merupakan perwujudan suatu bentuk kerjasama. Ketiga, asimilasi atau akulturasi merupakan kontak kebudayaan yang berlainan atau pertemuan dua kebudayaan yang lebih baik. Dalam membangun nilai harmoni akan ditemukan tahapan ini atau dengan kata lain terdapat relasi saling tergantung sehingga masing-masing pihak menyadari perannya. Dalam proses ini tidak ada in group (kita) dan out group (mereka), keduanya memiliki peran yang sama dalam membangun kehidupan yang lebih baik.



D.    Kelompok Sosial
1.      Pengertian Kelomok Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, Pengertian dari Kelompok sosial adalah himpunan atau kesatuan kesatuan manusia yang hidup bersama karena saling berhubungan di antara mereka secara timbal balik dan saling mempengaruhi.
Menurut Paul B. Horton dan Chester L Hunt, Istilah kelompok sosial diartikan sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotannya dan saling berinteraksi. Sedangkan menurut George Homans, kelompok sosial adalah kumpulan individu yang melakukan kegiatan, interaksi, dan memiliki perasaan untuk membentuk suatu keseluruhan yang terorganisasi dan berhubungan timbal balik.
2.      Mahzab Columbia
Dalam Mahzab Columbia, dukungan kelompok sosial memiliki peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Dalam banyak Mini Riset, faktor agama, aspek geografis (kedaerahan), dan faktor kelas atau status ekonomi (khususnya dinegara-negara maju) memang mempunyai korelasi nyata dengan perilaku pemilih. Adapun kelompok sosial itu sendiri antara lain:
a.       Kelompok Kategorial
Terbentuk oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan
b.      Kelompok Sekunder
Terbentuk berdasarkan jenis pekerjaan, Status sosio ekonomi dan kelas sosial, Kelompok-kelompok etnis yang meliputi ras, agama, dan daerah asal.
c.       Kelompok Primer
Terbentuk berdasarkan interaksi paling intens sehari-hari, yaitu  keluarga. 
Dengan demikian bahwa kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan di antara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling memengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.
Kelompok sosial memiliki banyak klasifikasi. Kelompok-kelompok sosial terdiri dari kelompok-kelompok yang terorganisasi dengan baik sekali seperti negara, sampai pada kelompok-kelompok yang hampir-hampir tak terorganisasi misalnya kerumunan. Dalam hal ini, kelompok sosial keagamaan yang diteliti yaitu kelompok pengajian, termasuk ke dalam kelompok sosial paguyuban (gemeinschaft). Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggota-anggotanya diikat oleh hubungan batin yang murni dan bersifat alamiah serta bersifat kekal. Dasar hubungan tersebut adalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan. Kelompok paguyuban dapat dilihat dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga, juga termasuk kelompok pengajian.

E.     Tindakan Sosial
Max Weber mendefinisikan tindakan sosial sebagai semua perilaku manusia ketika sejumlah individu memberikan suatu makna subyektif terhadap terhadap perilaku tersebut. Dalam teori tindakannya, tindakan bermakna sosial sejauh, berdasarkan makna subyektifnya yang diberikan oleh individu atau individu-individu, tindakan itu mempertimbangkan perilaku orang lain dan karenanya diorentasikan dalam penampilannya.
Dalam berinteraksi dengan orang lain, maka seseorang akan melakukan tindakan sosial Max Weber bahkan menjadikan tindakan sosial sebagai objek kajian sosiologi. Tapi yang dimaksud dengan tindakan sosial di sini adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu memiliki makna atau arti subyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain.
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok (tipe) untuk menjelaskan makna tindakan dalam konteks motif para pelakunya, yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan afektif, dan tindakan tradisional.
1.      Tindakan rasional instrumental. Dalam tindakan ini aktor tidak hanya sekadar menilai cara yang baik untuk mencapai tujuannya, tetapi juga menentukan nilai dari tujuan itu sendiri. Tindakan yang didasarkan karena adanya instrumen, kepentingan, atau tujuan tertentu. Contohnya kegiantan ekonomi dan politik.
2.      Tindakan rasionalitas nilai. Tindakan yang dilakukan sebagai tujuan akhir itu sendiri. Tindakan karena adanya doktrin tertentu atau komitmen. Dalam tindakan ini, aktor tidak mampu menilai apakah cara-cara yang dipilihnya itu merupakan yang paling tepat, ataukah lebih tepat untuk mencapai tujuan yang lain. Namun tindakan ini rasional, karena pilihan terhadap cara-cara kiranya sudah menentukan tujuan yang diinginkan.
3.      Ttindakan afektf. Tindakan ini ditampilkan oleh aktor hanya untuk menunjukkan emosi. Tindakan ini dibuat-buat, dipengaruhi oleh perasaan emosi dan kepura-puraan si aktor. Tindakan ini sukar dipahami, kurang atau tidak rasional.
4.      Tnidakan tradisional. Tindakan yang didasarkan pada kebiasaan-kebiasaan dalam mengerjakan sesuatu di masa lalu atau tindakan yang diwariskan (given).
Tindakan sosial yang dilakukan kelompok pengajian termasuk dalam tindakan sosial werkrational action atau rasionalitas nilai. Namun dalam kasus ini, anggota kelompok pengajian yang diteliti tidak hanya memiliki motif tindakan rasionalitas nilai atau hanya semata-mata mengharapkan pahala dari Allah. Meskipun sebagian anggota memilki motif tersebut, namun ada beberapa tindakan lainnya yang dilakukan oleh para anggota pengajian dalam mengikuti kegiatan dalam kelompok sosial keagmaan tersebut.

BAB III
METODE MINI RISET
A.    Pendekatan Mini Riset
Pada Mini Riset ini kami menggunakan pendekatan kualitatif. Yaitu pendekatan yang berusaha menangkap kenyataan sosial secara keseluruhan, utuh, dan tuntas sebagai suatu kesatuan kenyataan. Menurut pendekatan ini, objek Mini Riset dilihat sebagai kenyataan hidup yang dinamis. Sehingga dengan Mini Riset ini data yang diperoleh tidak berupa angka-angka, tetapi lebih banyak deskripsi, ungkapan, atau makna-makna tertentu yang ingin disampaikan. Adapun penambahan sedikit tabel digunakan sebagai pelengkap data deskriptif.
Dalam pendekatan ini menggunakan Mini Riset deskriptif. Deskriptif dimaksud untuk mendeskripsikan suatu situasi. Pendekatan deskriptif juga berarti untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi, atau kelompok sosial secara akurat.

B.     Penentuan Populasi Sampel
Subjek dalam Mini Riset kami adalah kelompok sosial keagamaan pengajian Amal Bakti yang diambil dari dari dua kelompok keagamaan pengajian yang berbeda yang pertama adalah kelompok pengajian usia lanjut yang berumur 40 tahun keatas dan kelompok pengajian mahasiswa.  Dari sini nanti akan kami komparasikan diantara keduanya sehingga menghasilkan sintesis yang lebih akurat dalam mengkaji kelompok keagamaan tersebut.

C.    Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam Mini Riset ini adalah data primer. Yaitu data yang didapat langsung dari lapangan. Dalam Mini Riset ini data primer didapat dengan cara observasi dan wawancara (interview).
a.       Metode Interview
Interview adalah wawancara atau dialog yang dilakukan oleh peneliti dan subjek Mini Riset yang bersifat dua arah, adapun pertanyaan telah terlebih dahulu disistematisasi sesuai dengan tema Mini Riset, pertanyaan secara fleksibel dapat berubah sesuai dengan arah pembicaraan agar tidak menimbulkan kecanggungan subjek kajian.
b.      Metode observasi
Observasi adalah teknik Mini Riset dengan melakukan pengamatan subjek kajian secara langsung turun kelapangan, untuk mengkaji subjek kajian dengan menelaah perilaku dan interaksi subjek kajian secara spontan dan alamiah. Teknik ini menggunakan pemahaman secara mendalam terhadap subjek kajian.

D.    Analisis Data
Analisis yang dipakai dalam Mini Riset ini adalah analisis deskriptif (penggambaran), karena data yang dikumpulkan untuk mengkaji data bersifat kualitatif. Dimana hasil tersebut merupakan hasil dari interview atau wawancara secara langsung terhadap objek Mini Riset yang dilakukakan secara sistematis. 

BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Gambaran Umum Pengajian
1.       Kelompok Pengajian Mahasiswa
Kelompok pengajian yang kami teliti adalah salah satu kelompok pengajian mahasiswa. Jika dilihat dari latar belakang anggota pengajian umumnya mereka sejak kecil telah mendapat pengajaran islam yang kuat, jika dilihat secara latar belakang akademik mereka berasal dari sekolah-sekolah islam sehingga mereka tidak merasa canggung lagi dengan ajaran-ajaran islam yang didiskusikan dalam pengajian tersebut. Ketika ditanya tentang motivasi mereka mengikuti kelompok pengajian, mereka menjawab secara normatif misalnya karena menuntut ilmu agama, mengharap ridha Allah, dan lain sebagainya. Tetapi jika ditelaah terlebih dalam lagi ternyata hal tersebut tidak lepas dari riwayat pendidikan para anggota yang memang telah diajarkan nila-nilai keagamaan sejak kecil.
Para anggota pengajian tersebut juga sangat plural dimana mereka berasal dari suku-suku yang berbeda yang tentunya memiliki berbagai perbedaan kultur, bahasa, kebiasaan, maupun karakter. Jumlah anggota pengajian tersebut umumnya  berkisar tujuh orang dengan satu murabbi atau guru, dalam pengajian mahasiswa ini terdapat banyak kelompok yaitu 12 kelompok pengajian, yang masing-masing kelompok memiliki pengajarnya masing-masing, pembatasan anggota bertujuan untuk lebih memfokuskan kegiatan belajar mengajar. Pengajarnya atau ustadnya memiliki kelompok pengajian juga, dimana pengajarnya satu tingkatan diatas mereka, jadi model pengajian kelompok ini bertingkat.
Pengajian ini diwali dengan tahfidz atau hafalan ayat-ayat al-qur’an kemudian dilangsungkan dengan ceramah singkat yang dibawakan oleh anggota pengajian. Adapun pembagian kerja para anggota telah ditentukan terlebih dahulu misalnya pembawa acara, ceramah singkat anggota dan lain sebagainya. Untuk tempat sendiri pengajian ini tidak hanya dilakukan disatu tempat melainkan berpindah-pindah sesuai dengan keadaan, kadangkala dilakukan di masjid-masjid ataupun kadangkala dilakukan dikediaman anggota. Untuk pendanaan kegiatan mereka melakukan infak atau iuran disetiap pertemuannya, uang tersebut digunakan sebagai alat untuk memeperlancar agenda kelompok misalnya acara malam ibadah, olahraga, buka bersama, ataupun sebagai cadangan untuk membantu anggota  kelompok tersebut jika terjadi suatu hal yang tidak diinginkan.
Disetiap pertemuannya ustadz memberikan angket penilaian ibadah (lembar mutaba’ah) yang dilakukan oleh anggota sebagai bahan evalalusi penerapan keilmuan islam, misalnya berapa kali solat jamaah, sunah, puasa dan ibadah-ibadah yang lainnya.
Posisi atau kedudukan ustadz dalam pengajian itu sebagai pengajar namun terdapat interaksi yang sejajar antara mereka, artinya ustad tidak dikultuskan atau diagung-agungkan seperti halnya islam tradisional. Karena latar belakang pendidikanlah mereka cenderung bersikap rasional dalam memandang sesuatu, dari hasil wawancara ustadz mengatakan bahwa “tidak ada pengkultusan terhadap guru dalam kelompok ini, kami saling bertukar ilmu keagamaan karena pada dasarnya masing-masing dari kami masih memiliki berbagai kekurangan sehingga kami saling melengkapi”.
Dalam proses pengajian yang diobservasi menelaah suatu fakta yang cukup menarik, yaitu meskipun kedudukan ustadz dianggap setara namun ada pola ketimpangan komunikasi yang diwujudkan dalam doktrinansi. Para anggota tidak mengkritisi secara mendalam apa yang diajarkan oleh ustadz, karena pemahaman mereka yang bersifat normatif dan cenderung mudah dibentuk dan diarahkan oleh ustadz. Ruang kosong inilah (doktrinasi) ini menjadi lebih efektif dan dengan mudah diinternalisasi anggota. Sehingga jika ruang doktrinasi ini disalah gunakan untuk menanamkan idiologi radikal maka akan dengan mudah diinternalisasi anggota dikarnakan anggota cenderung menerima doktrin tersebut.
Diakhir pengajian meraka saling membahas permasalahan yang sedang dihadapi, misalnya masalah-masalah dikampus ataupun diluar kampus. Melalui pembicaraan itulah mereka memecahkan masalah-masalah yang ada pada setiap anggotanya mereka saling membantu dalam member solusi pada masalah tersebut. Selain kegiatan dalam forum pengajian, terdapat juga berbagai agenda diluar forum pengajian tersebut misalnya, olahraga bersama, jalan-jalan (rihlah), bahkan kegiatan seperti out bound dan pramuka.
2.       Kelompok Pengajian Ibu- Ibu
Kelompok pengajian ibu-ibu yang diteliti adalah kelompok pengajian ibu-ibu. Kelompok pengajian ini telah lama berjalan. Menurut penuturan salah satu ibu-ibu yang telah diwawancarai, pengajian ini telah ada sejak sekitar empat tahun yang lalu. Pengajian ini rutin, diadakan setiap hari, namun tidak di satu tempat. Waktu pengajian biasanya diadakan pagi hari, kecuali hari jumat yang diadakan sore hari. Pengajian ini tidak terlalu lama, hanya sekitar satu jam-an. Mulai dari jam empat sampai jam lima sore. Hari kamis dan minggu diadakan di masjid Sapen.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian pertama, latar belakang yang dimiliki oleh anggota kelompok pengajian ibu-ibu ini tidak jelas. Karena sebagian besar anggota yang mengikuti pengajian tersebut mayoritas anggota pengajian terdiri dari mbah-mbah yag sudah sepuh dan ibu-ibu paruh baya. Susunan kegiata di pengajian ini dimulai dari membaca shalawat nariyah, lalu membaca tahlil, kemudian doa. Semua bacaan-bacaan amalan itu dipimpin oleh seorang “hajjah” yang sangat disegani karena dianggap mumpuni di antara mereka. Setelah membaca amalan-amalan tersebut, kegiatan selanjutnya adalah pengumuman dari pemimpin acara (semacam MC). Pengumuman yang disampaikan mengenai jumlah infaq yang terkumpul, jumlah uang kas mereka. Juga pengumuman-pengumuman lain yang berhubungan dengan kelompok pengajian mereka. Kegiatan mereka selanjutnya diisi dengan tausyiah oleh seorang ustazah yang mengampu pengajian tersebut (sekaligus tuan rumah tempat pengajian itu berlangsung). Isi tausyiah yang disampaikan sebagaimana taisyiah-tausyiah pengajian pada umumnya. Berkisar surga, neraka, dan ibadah kepada Allah. Si ustazah juga menyampaikan tentang cara bergaul dalam masyarakat dengan baik, terkadang diselingi dengan membahas isu-isu politik atau berita terhangat yang terjadi di negeri ini.
Bahasa yang digunakan selama pengajian berlangsung baik itu pengumuman, dan tausyiah-tausyiah yang disampaikan semuanya. Selama pengajian berlangsung, mereka mendengarkan tausyiah dengan seksama, dan terlihat sangat patuh pada si pemberi tausyiah. Di tengah-tengah acara, diedarkan kaleng infaq. Selain infaq mereka juga mengeluarkan uang kas. Uang kas tersebut nantinya bisa dipinjam oleh anggota pengajian bila membutuhkan uang.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, anggota pengajian yang mayoritas orang tua memiliki beragam alasan atau motivasi mengikuti pengajian diantaranya alsan  “standar”, maksudnya alasan kebanyakan orang melakukan kegiatan keagamaan seperti ikut pengajian, yaitu mencari pahala dan ridho Allah (tindakan rasionalitas nilai). Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para anggota adalah untuk bersosialisasi dan mengeratkan rasa kebersamaan antar warga.. Menurut mereka dengan adanya pengajian seperti ini sangat membantu mereka dalam berbagai hal. Terutama dalam hal sosial kemasyarakatan, dan tidak dipungkiri sedikit membantu mereka dalam perekenomian, misalnya saja mereka bisa meminjam uang kas pengajian jika sedang membutuhkan uang.
Kelompok pengajian ini juga membentuk integrasi yang kuat diantara mereka sesama warga. Hal ini juga didukung dengan tausyiah-tausyiah yang diselipi pembahasan mengenai masalah atau sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka, meskipun hal-hal kecil sekalipun. Misalnya saja mengenai selokan yang tersumbat, atau tentang si ibu ini yang sedang menghadapi musibah dan sebagai sesama muslim harus saling membantu. Atau mengenai cara bergaul dengan tentangga yang baik. Dalam pegajian tersebut, para anggota bisa saling berinteraksi satu sama lain, dan selama interaksi berlangsung, maka perlahan akan terbentuk integrasi yang kuat diantara mereka. Karena rasa “sejalan” satu sama lain. Semakin mereka sering bertemu dalam suatu pertemuan, maka rasa kesatuan yang berbasis kekeluargaan akan semakin kuat, dan menciptakan rasa solidaritas yang kuat antar anggota dalam kelompok tersbut. Intensitas pertemuan yang setiap hari dari pegajian ini akan  mendorong semakin kuatnya solidaritas dan penyatuan intern dalam kleompok. Selama observasi, anggota pengajian sangat mendengarkan apa yang dikatakan oleh si ustazah yang memberikan ceramah. Dengan kata lain, ustazah yang memberikan tausyiah dalam pengajian tersebut dapat dikatakan sebagai ketua kelompok yang mampu memegaruhi para anggotanya, bahkan bisa dikatakan dia mempunyai kendali atas anggota-anggota kelompok pengajian tersebut, yang kata-katanya akan didengar dan dipatuhi oleh anggotanya. Kelompok pengajian tersebut membentuk karakter anggotanya melalui tausyiah-tausyiah. Pada intinya anggota kelompok pengajian tersebut mengaplikasikan apa yang didapat dari pengajian tersebut. Jika suatu kelompok memiliki seorang ketua yang dipatuhi atau disegani, maka kelompok tersebut akan mudah diorganisir. Dalam Mini Riset kami mengenai kelompok pengajian ini, teori mengenai kelompok dan ketua kelompok tersebut sesuai. Ustadzah yang meberikan tausyiah bisa mengorganisir anggota pengajian dalam artian mereka benar-benar mengaplikasikan apa yang mereka dapat di pengajian tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua yang mereka dapat realisasikan. Sedangkan mengenai integrasi mereka, seperti yang telah dibahas di atas, integrasi di antara anggota kelompok pengajian tersebut bisa terjadi karena adanya pemikiran yang sama, idealisme dan “jalan” yang sama.

B.     Motivasi Anggota Pengajian Mengikuti Kelompok Sosial Keagamaan (Pengajian)
1.      Motivasi Mahasiswa
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, Pada kelompok pengajian mahasiswa, sebagian besar anggotanya memiliki motivasi atau alasan normatif dalm mengikuti pengajian tersebut, alasan untuk mendapatkan ilmu dan memperdalam ilmu agama. Namun hal itu tidak lepas dari sosialisai keagamaan yang telah terlebih dulu ditanamkan sejak kecil sehingga mereka lebih mudah dalam melakukan adaptasi terhadap kelompok.
2.      Motivasi Ibu-Ibu
Terdapat beragam motivasi di antara anggota pengajian yang mengikuti pengajian tersebut. Beragamnya motivasi yang ada disebabkan karena perbedaan kepentingan yang ada di antara anggota kelompok tersebut. Perbedan kepentingan itu juga dipengaruhi oleh perbedan anggapan terhadap fungsi pengajian. Ada saja ibu-ibu yang ikut pengajian hanya karena ibu-ibu di sekitarnya mengikuti pengajian tersebut (ikut-ikutan), juga alasan ekonomi, alasan sosial, dan alasan-alasan lainnya. Alasan-alasan ini adalah implikasi dari fungsi laten pengajian tersebut, misalnya saja, pengajian selain sebagai sarana mendapatkan ilmu agama, juga menjadi sarana sosialisasi antar anggota.
Namun alasan mayoritas tetap saja ingin mencari ridha Allah. Jika melihat alasan ini, dapat dikatakan tindakan yang dilakukan oleh anggota kelompok sosial keagamaan tersebut adalah tindakan rasionalitas nilai. Jika melihat kegiatan yang ada dalam pengajian kelompok ibu-ibu tersebut, ada banyak kegiatan misalnya mengumpulkan uang kas, yang mana nantinya uang kas tersebut dapat dipinjam oleh anggota pengajian yag sedang membutuhkan uang. Hal ini bisa saja menjadi alasan anggota pengajian tersbut mengikuti pengajian itu, sudah menjadi alasan ekonomi. Ini terkait dengan para anggota ekonomi memandang apa sebenarnya fungsi pengajian tersebut. Jadi pada initinya motivasi yang dikemukakan oleh ibu-ibu anggota pengajian tersebut  beragam, namun tetap mayoritas mengikuti pengajian tersebut dengan alasan normatif (mencari pahala dan ridha Allah).

C.    Proses Berlangsungnya Penanaman Nilai-nilai Islam dalam Kelompok Pengajian
Dalam pengajian tersebut terdapat pengajaran atau transfer mengenai ilmu keislaman. Ilmu-ilmu ditransfer oleh si pengajar atau ustadz (murabbi). Dalam proses pentransferan itulah terdapat proses penanaman nilai-nilai. Nilai-nilai yang ditanamkan tentu saja nilai-nilai keislaman. Jika melihat menggunkan kaca mata orang islam, dengan pandangan subjektif, maka kita akan mengatakan bahwa nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang terdapat dalam islam telah mencakup seluruh aspek kehidupan.
Proses penanaman nilai-niai yang dilakukan oleh si pengajar (agen sosialisasi) dilakukan dalam tausyiah-tausyiah yang diberikan kepada para anggota. Bahkan dengan sedikit doktrin keagamaan, yang akan menciptakan kepatuhan mutlak pada anggotanya. Namun hal tesebut juga berdampak baik, karena jika anggota kelompok sosial keagamaan tersebut telah mengerti dan telah tertanamkan nilai-nilai dalam dirinya, dan selanjutnya dengan mudah mengaplikasikannya. Jadi pada intinya proses penanaman nilai-nilai keislaman pada anggota pengajian tersebut melalui transfer ilmu atau “ceramah” dari si ustadz. Dengan bahasa lain, dakwah si ustadz pada anggota pengajian adalah proses penanaman nilai-nilai islam. 

D.    Pengaruh Pengajian Terhadap Integrasi dan Faktor- Faktor Pemersatu Antar Anggota
1.       Pengaruh Integrasi Mahasiswa
Agama merupakan salah satu alat integrasi dalam suatu masyarakat, karena dengan agama inilah mereka mengindentikan dirinya sesuai dengan kelompok tersebut, bahkan adakalanya kedudukan agama itu lebih tinggi sehingga sebagian besar konflik di Negara Indonesia umumnya mengatas namakan agama. Dalam kelompok mahasiswa yang kami teliti interaksi antar anggotanya bersifat intensif artinya mereka saling mengenal secara dalam atau dalam sosiologi dapat dikelompokkan sebagai kelompok primer.
Mereka saling mengetahui latar belakang anggota mereka mulai dari asal hingga hingga kegiatan teman-teman mereka. Setelah melakukan wawancara mereka dapat menjawab pertanyaan seputar agenda ataupun riwayat kehidupan teman-teman mereka. Diluar pengajian mereka masih melakukan interaksi secara intensif, dimana mereka disatukan dalam organisasi yang sama sehingga mereka sering bertemu untuk membahas berbagai agenda organisasi. Dalam kehidupan sehari-haripun sebagian dari mereka tinggal bersama teman-temannya, sehingga secara emosional semakin mendekatkan hubungan integrasi antar anggotanya.
Faktor agama  merupakan faktor yang paling besar dalam melakukan identifikasi diri anggotanya, bagi mereka sesama umat islam dianggap sebagai saudara sehingga mereka menginterpretasikan persatuan mereka sebagai suatu kewajiban yang mutlak bagi mereka. Jika ditelusuri dari segi interaksinya mereka saling memberi antara satu sama lain misalnya dalam konsumsi pengajian, uang konsumsi bukanlah uang yang dipakai dari infak, melainkan makanan yang dibawa para anggotanya untuk dimakan secara bersama-sama hal itu bukanlah merupakan suatu perintah ataupun saran dari ustadz. Bahkan kadang kala mereka saling bertukar hadiah kepada sesama anggota mulai dari buku ataupun barang-barang lainnya.
Para anggota tersebut sudah menganggap mereka itu sebagai keluarga sendiri ditanah perantauan, dan mereka saling membantu jika terjadi suatu hal, misalnya pinjam-meminjam uang, membantu permasalahan teman dan sebagai tempat berkeluh kesah bagi para anggota. Karena sebagaimana pembahasan diatas mereka diajarkan untuk bersifat terbuka kepada anggota yang lain dan membicarakan masalah-masalah anggota yang kemudian mereka pecahkan bersama. Proses integrasi ini kemudian meminimalisir kepentingn pribadi yang cenderung egoistik dan lebih mengutamakan kepentingan kelompok dan yang dianggap sama dengan golongan mereka.
2.       Pengaruh Integrasi Ibu-Ibu
Seperti yang telah dibahas sekilas di atas. Anggota pengajian memiliki rasa kesatuan yang tinggi karena merasa memilki ideologi, pemikiran, dan yang terpenting bagi ummat islam rasa ukhuwah antar ummat muslim sangat kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh doktrin agama, yang mengatakan bahwa ummat islam seperti satu bangunan. “bangunan” inilah yang dinamakan integrasi dalam kehidupan ummat islam. Bagi para anggota pengajian yang telah intensif menerima pengajaran serta ilmu-ilmu keislaman, maka tidak diragukan lagi, rasa ukhuwah yang mereka miliki terutama sesama anggota akan semakin kuat. Dalam hal ini jelas sekali terlihat pengaruh pengajian yang mereka ikuti dengan pembangunan rasa solidaritas dan pengukuhan integrasi antara mereka. Ditambah dengan peran seorang ketua dalam kelompok sosial keagamaan tersebut, yang bisa membentuk pribadi dan mengorganisir anggota kelompoknya, maka integrasi ataupun penyatuan yang dilakukan akan semakin mudah.
Jadi bisa dikatakan bahwa faktor yang menjadi pemersatu anggota kelompok pengajian tersebut adalah karena adanya rasa ukhuwah sesama ummat islam, terlebih mereka dalam satu kelompok pengajian. Dan peran pengajian terhadap integrasi kolompok dapat dilihat melalui ilmu-ilmu yang mereka dapatkan di pengajian, terlebih karena adanya doktrin agama yang mereka dapatkan dalam pengajian tersebut.

E.      Interaksi yang Terjadi dalam Kelompok Sosial Keagamaan
Interaksi yang berlangsung antara anggota pengajian sebagaimana biasanya interaksi individu-individu dalam suatu kelompok. Dalam kelompok pengajian yang berlangsung secara intensif ini membangun interaksi yang semakin intim antar anggotanya. Namun dalam hal ini interaksi yang dimaksudkan adalah interaksi yang terjalin melalui komunikasi antar ketua kelompok pengajian (ustadz) dengan anggota kelompok pengajian. Namun berdasarkan data yang kami peroleh, terdapat perbedaan di antara kedua kelompok pengajian yang kami teliti, yakni kelompok pengajian mahasiswa dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Pada kelompok mahasiswa, kami menilai bahwa sikap para anggota terhadap si ustaz sebagai pemimpin kelompok terkesan biasa saja. Tidak ada kepatuhan mutlak dari para anggota, tidaka ada doktrin yang kuat dari sang ustadz, karena dalam berbagai hal anggota kelompok pengajian yang terdiri dari mahasiswa bisa kapan saja mengajukan pertanyaan, bahkan mengkritik doktrin agama yang disampaikan. Hal ini disebabkan karena latar belakang mereka adalah seorang mahasiswa yang notabene, mahasiswa adalah orang-orang yang memiliki kapasitas intelektual yang tinggi, dan secara otomatis selalu berifat kritis dalam segala hal yang mereka temui, termasuk dalam ilmu agama yang mereka dapat.
Berbeda halnya dengan kelompok pengajian ibu-ibu. Karena anggotaya terdiri dari  ibu-ibu. Maka ajaran agama yang disampaikan lebih mudah, mereka lebih mudah terdoktrin karena, ibu-ibu tersebut tidak memiliki rasa kritis seperti mahasiswa tadi. Sehingga interaksi yang terjadi antara ustadz dengan anggota pengajian bisa dikatakan sepihak, yakni anggota pengajian memiliki kepatuhan yang lebih kuat kepada pemimpin kelompoknya.

F.     Pengaruh Pengajian Terhadap Pembentukan Karakter Anggota
1.      Karakter Mahasiswa
Pembentukan kepribadian bermula dari semenjak kelahiran indivu, dimana secara normal kelompok primerlah yang mengajarkan pertamakali dan selanjutnya kelompok-kelompok skunder yang kemudian menamkan pola-pola perilaku berikutnya. Dalam pengajian yang diteliti, sebagaimana telah diterangkan diatas bahwa sejak kecil para anggota telah mendapatkan pengajaran keislaman sehingga kepribadian mereka sudah terbentuk sejak kecil.
Pengajian berpengaruh kepada karakter anggota-anggotnya. Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam pengajian terdapat proses penanaman nilai-nilai kepada anggotanya. Niali-nilai yang ditanamkan nantinya akan membentuk kesadaran anggotanya sebagai orang yang “beragama”. Sehingga mereka akan senantiasa melaksanakan ajaran agama. Penanaman nilai itu bersifat intens, sehingga semakin membentuk kesadaran anggotanya. Selanjutnya anggota pengajian tersebut akan mengaplikasikan nilai-nilai yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter ini juga dibentuk melalui latihan-latihan dan perhatian yang cukup dari ustadz mereka. Misalnya dalam setiap minggu dilakukan evaluasi amal harian sebagai tolak ukur keberhasilan pengajian berdayarkan amalan harian seperti, berapa jus membaca al-Qur’an dalam seminggu, solat jamaah, solat sunah, dan pertanyaan seputar ibadah dan amal sosial. Jadi didalam pengajian tersebut para anggota dituntut untuk mendakwahkan apa yang telah didapat dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, dan anggotanyapun diwajibkan mengikuti kelompok studi ataupun organisasi untuk mengembangkan diri para anggotanya.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka berusaha menanamkan nilai-nilai islam dalam kehidupannya misalkan dalam bergaul, ketika mereka saling bertemu mereka mengucapkan salam dan saling bersalaman menurut tradisi islam. Dalam pemangilan nama misalnya mereka memanggil nama teman mereka dengan spaan  “akhi (saudaraku)” untuk laki-laki, dan ukhti (saudara perempuanku). Untuk pola pikir sendiri mereka cenderung bersifat islam normatif misalnya dalam bergaul dengan yang bukan muhrimnya mereka memberikan batasan-batasan tertentu dan menjaga tingkah laku mereka berdasarkan norma yang diajarkan islam.
Sebagaimana telah diterangkan dalam ranah integrasi kelompok diatas, mereka dilatih untuk saling tolong menolong kepada sesama umat islam yang implikasinya tentu juga meningkatkan pola prilaku dari para anggota. Perilaku keindividuan ini ditekan dengan kepentingan kelompok sehingga mereka melakukan pembatasan-pembatasan atas suatu hal yang diangap tidak baik.
2.       Karakter Ibu-Ibu Pengajian
Dari proses penanaman nilai-nilai keislaman yang terjadi dalam pengajian tersebut secara tidak langsung membentuk karakter anggotanya. Dalam pengajian ibu-ibu, isi taisyiah yang disampaikan juga mengenai tata cara bergaul dengan tetangga atau sedikit menyinggung tentang lingukangan sekitar mereka. Terkhusus mereka adalah pengajian warga, jadi mereka juga membicarakan apa yang terjadi dalam lingkungan mereka, juga problem-problem yang sedang diibicarakan oleh warga sekitar. Karakter di sini maksudnya adalah, tingkah laku yang menjadi kebiasaan mereka. Tentunya karena telah mendapatkan penanaman nilai-nilai keislaman secara intens, makan karakter mereka akan mengikuti nilai-niai yang telah ditanamkan tersebut. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun pada kenyataannya juga, banyak yang tidak mengaplikasikan apa yang telah mereka dapatkan di pengajian tersbut.
  




BAB V
PENUTUP
A.    Simpulan
Bedasarkan hasil Mini Riset dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa, kelompok sosial keagamaan seperti pengajian memiliki peran yang besar daam pembentukan ingtrasi antar anggota kelompok, juga memiliki peran yang besar dalam pembentukan krakter anggota kelompok. Namun di samping fungsi manifestasi yang terdapat pada kelompok pengajian ini, terdapat juga fungsi laten, yaitu sebagai wadah sosialisasi dan interaksi antar anggota, dan fungsi-fungsi lainnya termasuk fungsi ekonomi. 

DAFTAR PUSTAKA

  Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Jakarta: Balai Pustaka 1994.
  Machendrawati Nanih, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai Tradisi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001.
    Ansori Hafi, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah , Surabaya: Al-Ikhlas, 1993.
    Maropen Simbolon,  Persepsi dan Kepribadian.  Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret 2008.
    Retnowati,  Agama, Konflik dan Integrasi Sosial.  Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember 2014.
   Belva Hendry Lukaman, Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No. 01, 2017.
    Yunas Kristiyanto, Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa Bareng, kabupaten Jombang, Jawa Timur). Jurnal Sosial dan Politik
  


 Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka 1994), h. 431
 Nanih Machendrawati, Pengembangan Masyarakat Islam Dari Ediologi Strategi Sampai Tradisi (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Offset, 2001), h. 152
 Hafi Ansori, Pemahaman dan Pengamalan Dakwah (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), h. 103-108
 Maropen Simbolon, “Persepsi dan Kepribadian”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 2 No. 1, Maret 2008, 62-65.
Retnowati, ”Agama, Konflik dan Integrasi Sosial”. Jurnal Analisa. Vol. 21, No. 01, Desember 2014, 193-194.
Belva Hendry Lukaman, “Hubungan Antara Dukungan Kelompok Sosial Dengan Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Kepala Daerah Sukoharjo Tahun 2015”. Jurnal Sosiologi Dilema. Vol. 32, No. 01, 2017, 3-4.
Yunas Kristiyanto, Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk : (Studi Deskriptif Mengenai Tindakan Soaial Pemuka Agama Islam Terhadap Komunitas Punk di Desa Bareng, kabupaten Jombang, Jawa Timur)”. Jurnal Sosial dan Politik.

Posting Komentar

0 Komentar